Depik Dan Eas Diduga Yaitu Species Yang Sama
http:// www.theglobejournal.com/ kategori/lingkungan/ depik-dan-eas-diduga-adalah-spe cies-yang-sama.php
Depik dan Eas Diduga ialah Species yang Sama
Khalisuddin | The Globe Journal | Senin, 24 Mai 2010
Depik dan Eas Diduga ialah Species yang Sama
Khalisuddin | The Globe Journal | Senin, 24 Mai 2010
Takengen - Kabar gembira bagi para peneliti dan pemerhati kelestarian ikan Depik (Rasbora Tawarensis). Ikan endemic yang menghuni Danau Lut Tawar Kabupaten Aceh Tengah tersebut telah berhasil dikaji profil DNAnya dan telah sanggup dilihat dengan mengklik situs www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/ entrez.
Informasi penting terkait ikan mascot kota Takengen ini diperoleh The Globe Journal melalui email, Senin (24/5) dari Muchlisin Zainal Abidin, kandidat gelar PhD di Fisheries Management and Aquaculture School of Biological Sciences, Universiti Sains Malaysia 11800 Penang, Malaysia yang semenjak setahun ini getol mengadakan penelitian terkait ikan-ikan penghuni Danau Lut Tawar,
Dijelaskan Muchlisin, ikan Depik pertama kali ditemukan dan beri nama oleh Weber dan Beaufort tahun 1916 hampir seratus tahun lalu, semenjak tahun 1996 ikan ini telah dimasukkan International Union Conservation Nature (IUCN) sebagai redlist dengan kategori vulnerable (ikan yang gampang diserang), namun tahun 2003 telah di update oleh CBSG menjadi Critical Endangered (terancam kritis), artinya eksklusif naik 2 tingkat selama 7 tahun.
Sebagai komplemen pula, lanjut Muchlisin yang pernah menjadi pemateri utama pada workshop evakuasi Danau Lut Tawar beberapa bulan kemudian di Takengen, bahwa menurut hasil penelitiannya hasil tangkapan ikan Depik telah turun dari 1.2 kg/m2 jaring pada tahun 1970an menjadi hanya 0.02 kg/m2 jaring saja pada tahun 2009.
Hal ini mengatakan kondisi yang sudah sangat serius dan perlu segera menerima perhatian instansi terkait, tegas Muchlisin.
Dan sayangnya lagi, lanjutnya, sejarah hidup ikan ini (Biogeography) belum pernah direkodkan bahkan diteliti. Inilah salah satu alasan kenapa ikan ini aku jadikan sasaran penelitian saya. Genetikanya ialah salah satu aspek yang aku teliti, disamping beberapa aspek pentingnya lainnya,jelas Muchlisin yang sangat menyesalkan ditebarnya benih ikan absurd di Danau Lut Tawar oleh pihak terkait.
Lebih lanjut dijelaskan, hasil kajian perihal profil DNA terhadap 10 ekor Depik, 15 ekor Eas dan 12 ekor Relo mengatakan profil DNA kedua kelompok ikan yang pertama (Eas dan Relo) ini ialah sama, dengan jarak genetiknya (divergence value atau "d") ialah 0.2 %.
Menurut Hebert et al., (2003) bahwa suatu kelompok ikan sanggup dikategorikan dalam species yang sama jikalau nilai "intra-species divergence lebih kecil dari 3 (d<3%). Sedangkan nilai "d" antara Relo dan Depik ialah 9.5% dan antara Relo dan Eas 9.7%.
Hal ini mengatakan bukti yang besar lengan berkuasa bahwa Depik dan Eas ialah species yang sama, simpul Muchlisin.
Pertanyaannya, lanjut Muchlisin, yang manakah diantaranya ketiganya Rasbora Tawarensis, ikan endemik di DLT ?.
"Untuk tujuan ini, aku memakai 6 profil DNA ikan sejenis dari tempat lain, yakni dari Aceh Besar yang belum aku ketahui nama speciesnya dan akhirnya bahwa nilai "d" ikan tersebut sangat dengan dengan relo (d=0.7%) juga mengindikasikan kedua ikan tersebut (Relo dan ikan dari luar danau/Takengon) ialah species yang sama, hal ini menujukkan bahwa ikan Relo tidak bersifat endemik lantaran juga ditemui di tempat lain. Sehingga yang endemik ialah ikan Eas dan Depik sehingga sanggup disimpulkan bahwa Eas dan Depik ialah Rasbora Tawarensis,"rinci Muchlisin panjang lebar.
Selanjutnya dikatakan, hasil kajian morformetrik ikan Eas dan Relo mengatakan adanya sedikit perbedaan abjad morfologi diantaranya keduanya terutama pada tempat kepala dan mata, serta sirip dubur. Saya duga ini perbedaan ini disebabkan lantaran perbedaan umur antara Depik dan Eas. Kemungkinan besar ikan-ikan yang lebih bakir balig cukup akal yang disebut Eas. Akan mengalami perubahan bentuk kepala, ukuran mata dan sirip dubur, mungkin ini berkaitan dengan perubahan dan watak makan dan spawning aktifitas, dugaan ini masih perlu dikaji lebih lanjut, ujar Muchlisin.
Sebagai informasi komplemen lanjut putra staf pengajar di Universitas Syiah Kuala ini, bahwa dari 37 profil DNA dari ketiga kelompok ikan tersebut dihasilkan 14 type haplotypes, yaitu 8 dari ikan Depik dan Eas (mereka sharing haplotype atau overlapping antara Depik dan Eas) dan 6 type haplotypes dari Relo. Hal ini juga mengatakan bahwa profil DNA ikan Eas (Rasbora tawarensis) Depik lebih bermacam-macam dibandingkan Relo (Resbora sp.).
Untuk 8 haplotypes dari ikan Depik telah aku kirim dan simpan di Genbank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ nucleotide/) dan jikalau ingin melihatnya search dengan kata kunci Rasbora tawarensis COI. Sedangkan profil DNA Relo bersama dengan 12 species lainnya (Mud, Dumbo, Lokot, Ilie, Bado, Nila, Mas, Bawal, Bontok, Denung, Peres, Keperas) dari DLT juga sudah aku kirimkan ke genbank namun belum lolos verifikasi, mungkin dalam 1-2 bulan ini juga sudah online, terang Muchlisin.
Dijelaskan lagi bahwa COI atau mitochondrial cytochrome c oxidase subunit I ialah jenis gen yang dipakai untuk mendiskriminasikan ketiga kelompok ikan ini, dan gen (COI) ini telah disepakati oleh para andal untuk dipakai dalam penelitian-penelitian yang berkaitan dengan genetik taksonomi termasuk ikan, diistilahkan sebagai universal gene for barcoding of animal life.
Sebagai informasi komplemen publikasi yang pertama perihal ikan Depik khusus perihal spawning frekuensinya telah online (masih article in press) di "Journal of Reproductive Biology and Endocrinology" (http://www.rbej.com/content/8/ 1/49).
Yang lebih membanggakan lagi, kata Muchlisin, walau merupakan artikel pertama namun eksklusif tembus international journal yang open access pula, sehingga sanggup diakses dan dibawa gratis oleh semua orang dari seluruh pejuru dunia, "Alhamdullilah," seru Muchlisin.
Insya Allah full paper tersebut sudah sanggup tersedia dalam beberapa ahad kedepan. Beberapa paper lainnya perihal ikan Depik akan segera menyusul lantaran dikala ini ada beberapa judul yang sedang dalam proses review di beberapa journal international juga, pungkas Muchlisin sambil ucapkan terima kasih atas pemberian dan kerjasama banyak sekali pihak terhadap penelitiannya tersebut.
Informasi penting terkait ikan mascot kota Takengen ini diperoleh The Globe Journal melalui email, Senin (24/5) dari Muchlisin Zainal Abidin, kandidat gelar PhD di Fisheries Management and Aquaculture School of Biological Sciences, Universiti Sains Malaysia 11800 Penang, Malaysia yang semenjak setahun ini getol mengadakan penelitian terkait ikan-ikan penghuni Danau Lut Tawar,
Dijelaskan Muchlisin, ikan Depik pertama kali ditemukan dan beri nama oleh Weber dan Beaufort tahun 1916 hampir seratus tahun lalu, semenjak tahun 1996 ikan ini telah dimasukkan International Union Conservation Nature (IUCN) sebagai redlist dengan kategori vulnerable (ikan yang gampang diserang), namun tahun 2003 telah di update oleh CBSG menjadi Critical Endangered (terancam kritis), artinya eksklusif naik 2 tingkat selama 7 tahun.
Sebagai komplemen pula, lanjut Muchlisin yang pernah menjadi pemateri utama pada workshop evakuasi Danau Lut Tawar beberapa bulan kemudian di Takengen, bahwa menurut hasil penelitiannya hasil tangkapan ikan Depik telah turun dari 1.2 kg/m2 jaring pada tahun 1970an menjadi hanya 0.02 kg/m2 jaring saja pada tahun 2009.
Hal ini mengatakan kondisi yang sudah sangat serius dan perlu segera menerima perhatian instansi terkait, tegas Muchlisin.
Dan sayangnya lagi, lanjutnya, sejarah hidup ikan ini (Biogeography) belum pernah direkodkan bahkan diteliti. Inilah salah satu alasan kenapa ikan ini aku jadikan sasaran penelitian saya. Genetikanya ialah salah satu aspek yang aku teliti, disamping beberapa aspek pentingnya lainnya,jelas Muchlisin yang sangat menyesalkan ditebarnya benih ikan absurd di Danau Lut Tawar oleh pihak terkait.
Lebih lanjut dijelaskan, hasil kajian perihal profil DNA terhadap 10 ekor Depik, 15 ekor Eas dan 12 ekor Relo mengatakan profil DNA kedua kelompok ikan yang pertama (Eas dan Relo) ini ialah sama, dengan jarak genetiknya (divergence value atau "d") ialah 0.2 %.
Menurut Hebert et al., (2003) bahwa suatu kelompok ikan sanggup dikategorikan dalam species yang sama jikalau nilai "intra-species divergence lebih kecil dari 3 (d<3%). Sedangkan nilai "d" antara Relo dan Depik ialah 9.5% dan antara Relo dan Eas 9.7%.
Hal ini mengatakan bukti yang besar lengan berkuasa bahwa Depik dan Eas ialah species yang sama, simpul Muchlisin.
Pertanyaannya, lanjut Muchlisin, yang manakah diantaranya ketiganya Rasbora Tawarensis, ikan endemik di DLT ?.
"Untuk tujuan ini, aku memakai 6 profil DNA ikan sejenis dari tempat lain, yakni dari Aceh Besar yang belum aku ketahui nama speciesnya dan akhirnya bahwa nilai "d" ikan tersebut sangat dengan dengan relo (d=0.7%) juga mengindikasikan kedua ikan tersebut (Relo dan ikan dari luar danau/Takengon) ialah species yang sama, hal ini menujukkan bahwa ikan Relo tidak bersifat endemik lantaran juga ditemui di tempat lain. Sehingga yang endemik ialah ikan Eas dan Depik sehingga sanggup disimpulkan bahwa Eas dan Depik ialah Rasbora Tawarensis,"rinci Muchlisin panjang lebar.
Selanjutnya dikatakan, hasil kajian morformetrik ikan Eas dan Relo mengatakan adanya sedikit perbedaan abjad morfologi diantaranya keduanya terutama pada tempat kepala dan mata, serta sirip dubur. Saya duga ini perbedaan ini disebabkan lantaran perbedaan umur antara Depik dan Eas. Kemungkinan besar ikan-ikan yang lebih bakir balig cukup akal yang disebut Eas. Akan mengalami perubahan bentuk kepala, ukuran mata dan sirip dubur, mungkin ini berkaitan dengan perubahan dan watak makan dan spawning aktifitas, dugaan ini masih perlu dikaji lebih lanjut, ujar Muchlisin.
Sebagai informasi komplemen lanjut putra staf pengajar di Universitas Syiah Kuala ini, bahwa dari 37 profil DNA dari ketiga kelompok ikan tersebut dihasilkan 14 type haplotypes, yaitu 8 dari ikan Depik dan Eas (mereka sharing haplotype atau overlapping antara Depik dan Eas) dan 6 type haplotypes dari Relo. Hal ini juga mengatakan bahwa profil DNA ikan Eas (Rasbora tawarensis) Depik lebih bermacam-macam dibandingkan Relo (Resbora sp.).
Untuk 8 haplotypes dari ikan Depik telah aku kirim dan simpan di Genbank (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/
Dijelaskan lagi bahwa COI atau mitochondrial cytochrome c oxidase subunit I ialah jenis gen yang dipakai untuk mendiskriminasikan ketiga kelompok ikan ini, dan gen (COI) ini telah disepakati oleh para andal untuk dipakai dalam penelitian-penelitian yang berkaitan dengan genetik taksonomi termasuk ikan, diistilahkan sebagai universal gene for barcoding of animal life.
Sebagai informasi komplemen publikasi yang pertama perihal ikan Depik khusus perihal spawning frekuensinya telah online (masih article in press) di "Journal of Reproductive Biology and Endocrinology" (http://www.rbej.com/content/8/
Yang lebih membanggakan lagi, kata Muchlisin, walau merupakan artikel pertama namun eksklusif tembus international journal yang open access pula, sehingga sanggup diakses dan dibawa gratis oleh semua orang dari seluruh pejuru dunia, "Alhamdullilah," seru Muchlisin.
Insya Allah full paper tersebut sudah sanggup tersedia dalam beberapa ahad kedepan. Beberapa paper lainnya perihal ikan Depik akan segera menyusul lantaran dikala ini ada beberapa judul yang sedang dalam proses review di beberapa journal international juga, pungkas Muchlisin sambil ucapkan terima kasih atas pemberian dan kerjasama banyak sekali pihak terhadap penelitiannya tersebut.