Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terbentuknya Kepulauan Indonesia

Mengamati Lingkungan

 Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta untuk kehidupan dan Terbentuknya Kepulauan Indonesia
Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta untuk kehidupan dan kepentingan hidup manusia. Di bumi ini hidup banyak sekali tanaman dan fauna serta tempat bersemainya insan dengan keturunannya. Di bumi ini kita bisa menyaksikan keindahan alam, kita bisa beraktivitas dan berikhtiar memenuhi kebutuhan hidup kita. Namun harus dipahami bahwa bumi kita juga sering menimbulkan bencana. Sebagai teladan munculnya acara lempeng bumi yang kemudian melahirkan gempa baik tektonis maupun vulkanis, bahkan hingga menimbulkan tsunami. Sebagai teladan tentu kau masih ingat gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh, gempa di Yogyakarta, di Papua dan beberapa daerah lain, termasuk beberapa gunung api meletus. Bencana tersebut telah menimbulkan ribuan nyawa hilang dan harta benda melayang.

Fenomena alam yang terjadi itu merupakan cuilan tak terpisahkan dari acara panjang bumi kita semenjak proses terjadinya alam semesta ratusan, ribuan, bahkan juta tahun yang lalu. Proses tersebut secara geologis mengalami beberapa tahapan atau pembabakan waktu. Berikut ini kita mencoba menelaah tentang  pembabakan waktu alam secara geologis dan terbentuknya Kepulauan Indonesia terbentuk.

Memahami Teks

Ada banyak teori dan klarifikasi perihal penciptaan bumi, mulai dari mitos hingga kepada klarifikasi agama dan ilmu pengetahuan. Kali ini kau berguru sejarah sebagai cabang keilmuan, pembahasannya ialah pendekatan ilmu pengetahuan, yakni asumsi-asumsi ilmiah, yang kiranya juga tidak perlu bertentangan dengan fatwa agama. Salah satu di antara teori ilmiah perihal terbentuknya bumi ialah Teori  “Dentuman Besar” (Big Bang), yang dikemukakan oleh sejumlah ilmuwan, contohnya ilmuwan besar Inggris, Stephen Hawking. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta mulanya berbentuk gumpalan gas yang mengisi seluruh ruang jagat raya. Jika dipakai teleskop besar Mount Wilson untuk mengamatinya akan terlihat ruang jagat raya itu luasnya mencapai radius 500 juta tahun cahaya. Gumpalan gas itu suatu ketika meledak dengan satu dentuman yang amat dahsyat. Setelah itu, materi yang terdapat di alam semesta mulai berdesakan satu sama lain dalam kondisi suhu dan kepadatan yang sangat tinggi, sehingga hanya tersisa energi berupa proton, neutron dan elektron, yang bertebaran ke seluruh arah. 

Ledakan dahsyat itu menimbulkan gelembung-gelembung alam semesta yang menyebar dan menggembung ke seluruh penjuru, sehingga membentuk galaksi, bintang-bintang, matahari, planet-planet, bumi, bulan dan meteorit. Bumi kita hanyalah salah satu titik kecil saja di antara tata surya yang mengisi jagat semesta. Di samping itu banyak planet lain termasuk bintang-bintang yang menghiasi langit yang tak terhitung jumlahnya. Boleh jadi ukurannya jauh lebih besar dari planet bumi. Bintang-bintang berkumpul dalam suatu gugusan, meskipun antarbintang berjauhan letaknya di angkasa. Ada juga ilmuwan astronomi yang mengibaratkan galaksi bintang-bintang itu tak ubahnya mirip sekumpulan anak ayam,  yang tak mungkin dipisahkan dari induknya. Kaprikornus di mana ada anak ayam di situ niscaya ada induknya. Seperti halnya dengan bawah umur ayam, bintang-bintang di angkasa tak mungkin gemerlap sendirian tanpa disandingi dengan bintang lainnya. Sistem alam semesta dengan semua benda langit sudah tersusun secara menakjubkan dan masing-masing beredar secara teratur dan rapi pada sumbunya masing-masing.

Selanjutnya proses evolusi alam semesta itu memakan waktu kosmologis yang sangat usang hingga berjuta tahun. Terjadinya evolusi bumi hingga adanya kehidupan memakan waktu yang sangat panjang. Ilmu paleontologi membaginya dalam enam tahap waktu geologis. Masing-masing ditandai oleh kejadian alam yang menonjol, mirip munculnya gunung-gunung, benua, dan makhluk hidup yang paling sederhana. Sedangkan proses evolusi bumi dibagi menjadi beberapa periode sebagai berikut.

  1. Azoikum (Yunani: a = tidak; zoon = hewan), yaitu zaman sebelum adanya kehidupan. Pada ketika ini bumi gres terbentuk dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih dari satu miliar tahun lalu.
  2. Palaezoikum, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah meninggalkan fosil tanaman dan fauna. Berlangsung kira-kira 350 juta tahun.
  3. Mesozoikum, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini binatang mamalia (menyusui), binatang amfibi, burung dan tanaman berbunga mulai ada. Lamanya kira-kira 140 juta tahun.
  4. Neozoikum, yaitu zaman purba baru, yang dimulai semenjak 60 juta tahun yang lalu. Zaman ini sanggup dibagi lagi menjadi dua tahap (Tersier dan Kuarter). Zaman es mulai menyusut dan makhluk-makhluk tingkat tinggi dan insan mulai hidup. 


 Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta untuk kehidupan dan Terbentuknya Kepulauan Indonesia
    Merujuk pada tarikh bumi di atas, sejarah Kepulauan Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang dan rumit. Sebelum bumi didiami manusia, kepulauan ini hanya diisi tanaman dan fauna yang masih sangat kecil dan sederhana. Alam juga harus menjalani evolusi terus-menerus untuk menemukan keseimbangan semoga bisa beradaptasi dengan perubahan kondisi alam dan iklim, sehingga makhluk hidup sanggup bertahan dan berkembang biak mengikuti seleksi alam. 
      Gugusan kepulauan ataupun wilayah maritim mirip yang kita temukan kini ini terletak di antara dua benua dan dua samudra, antara Benua Asia di utara dan Australia di selatan, antara Samudra Hindia di barat dan Samudra Pasifik di belahan timur. Faktor letak ini memainkan tugas strategis semenjak zaman kuno hingga sekarang. Namun sebelum itu marilah kita sebentar berkenalan dengan kondisi alamnya, terutama unsur-unsur geologi atau unsur-unsur geodinamika yang sangat berperan dalam pembentukan Kepulauan Indonesia. 
        Menurut para jago bumi, posisi pulau-pulau di Kepulauan Indonesia terletak di atas tungku api yang bersumber dari magma dalam perut bumi. Inti perut bumi tersebut berupa lava cair bersuhu sangat tinggi. Makin ke dalam tekanan dan suhunya semakin tinggi. Pada suhu yang tinggi itu material-material akan meleleh sehingga material di cuilan dalam bumi selalu berbentuk cairan panas. Suhu tinggi ini terus-menerus bergejolak mempertahankan cairan sejak jutaan tahun lalu. Ketika ada celah lubang keluar, cairan tersebut keluar berbentuk lava cair. Ketika lava mencapai permukaan bumi, suhu menjadi lebih cuek dari ribuan derajat menjadi hanya bersuhu normal sekitar 30 derajat. Pada suhu ini cairan lava akan membeku membentuk batuan beku atau kerak. Keberadaan kerak benua (daratan) dan kerak samudra selalu bergerak secara dinamis akhir tekanan magma dari perut bumi. Pergerakan unsur-unsur geodinamika ini dikenal sebagai kegiatan tektonis. 

        Sebagian wilayah Kepulauan Indonesia merupakan titik temu di antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia di selatan, Lempeng Eurasia di utara dan Lempeng Pasifik di timur. Pergerakan lempenglempeng tersebut sanggup berupa subduksi (pergerakan lempeng ke atas), obduksi (pergerakan lempeng ke bawah) dan kolisi (tumbukan lempeng). Pergerakan lain sanggup berupa pemisahan atau divergensi (tabrakan) lempeng-lempeng. Pergerakan mendatar berupa pergeseran lempeng-lempeng tersebut masih terus berlangsung hingga sekarang. Perbenturan lempeng-lempeng tersebut menimbulkan dampak yang berbedabeda. Namun semuanya telah menimbulkan wilayah Kepulauan Indonesia secara tektonis merupakan wilayah yang sangat aktif dan labil hingga rawan gempa sepanjang waktu. 

        Pada masa Paleozoikum (masa kehidupan tertua) keadaan geografis Kepulauan Indonesia belum terbentuk mirip kini ini. Di kala itu wilayah ini masih merupakan cuilan dari samudra yang sangat luas, mencakup hampir seluruh bumi. Pada fase berikutnya, yaitu pada selesai masa Mesozoikum, sekitar 65 juta tahun lalu, kegiatan tektonis itu menjadi sangat aktif menggerakkan lempenglempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Kegiatan ini dikenal sebagai fase tektonis (orogenesa larami), sehingga menyebabkan  daratan terpecah-pecah. Benua Eurasia menjadi pulau-pulau  yang terpisah satu dengan lainnya. Sebagian di antaranya bergerak ke selatan membentuk pulau-pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi serta pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Kepulauan Banda. Hal yang sama juga terjadi pada Benua Australia. Sebagian pecahannya bergerak ke utara membentuk pulau-pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan sebagian Maluku Tenggara. Pergerakan pulau-pulau hasil pemisahan dari kedua benua tersebut telah menimbulkan wilayah pertemuan keduanya sangat labil. Kegiatan tektonis yang sangat aktif dan berpengaruh telah membentuk rangkaian Kepulauan Indonesia pada masa Tersier sekitar 65 juta tahun lalu.

        Sebagian besar daratan Sumatra, Kalimantan, dan Jawa telah karam menjadi maritim dangkal sebagai akhir terjadinya proses kenaikan permukaan maritim atau transgresi. Sulawesi pada masa itu sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser ke utara, meski masih didominasi oleh cekungan sedimentasi laut  dangkal berupa paparan dengan terbentuknya endapan kerikil gamping. Pada kala Pliosen sekitar lima juta tahun lalu, terjadi pergerakan tektonis yang sangat kuat, yang menimbulkan terjadinya proses pengangkatan permukaan bumi dan kegiatan vulkanis. Ini pada gilirannya menimbulkan tumbuhnya (atau mungkin lebih sempurna terbentuk) rangkaian perbukitan struktural mirip perbukitan besar (gunung), dan perbukitan lipatan serta rangkaian gunung api aktif sepanjang deretan perbukitan itu.

         Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta untuk kehidupan dan Terbentuknya Kepulauan Indonesia

        Kegiatan tektonis dan vulkanis terus aktif hingga awal masa Pleistosen, yang dikenal sebagai kegiatan tektonis Plio-Pleistosen. Kegiatan tektonis ini berlangsung di seluruh Kepulauan Indonesia.

        Gunung api aktif dan rangkaian perbukitan struktural tersebar di sepanjang cuilan barat Pulau Sumatra, berlanjut ke sepanjang Pulau Jawa ke arah timur hingga Kepulauan Nusa Tenggara serta Kepulauan Banda. Kemudian terus membentang sepanjang Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Pembentukan daratan yang semakin luas itu telah membentuk Kepulauan Indonesia pada kedudukan pulau-pulau mirip kini ini. Hal itu telah berlangsung semenjak kala Pliosen hingga awal Pleistosen (1,8 juta tahun lalu). Kaprikornus pulau-pulau di tempat Kepulauan Indonesia ini masih terus bergerak secara dinamis, sehingga tidak heran bila masih sering terjadi gempa, baik vulkanis maupun tektonis.

        Letak Kepulauan Indonesia yang berada pada deretan gunung api membuatnya menjadi daerah dengan tingkat keanekaragaman tanaman dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam dan kondisi geografis ini telah mendorong lahirnya penelitian dari bangsabangsa lain. Dari sekian banyak penelitian terhadap tanaman dan fauna tersebut yang paling populer di antaranya ialah penelitian Alfred Russel Wallace yang membagi Indonesia dalam dua wilayah yang berbeda menurut ciri khusus baik fauna maupun floranya. Pembagian itu ialah Paparan Sahul di sebelah timur, Paparan Sunda di sebelah barat. Zona di antara paparan tersebut kemudian dikenal sebagai wilayah Wallacea yang merupakan  pembatas fauna  yang membentang dari Selat Lombok hingga  Selat Makassar ke arah utara. Fauna-fauna  yang berada di sebelah barat garis pembatas itu disebut dengan Indo-Malayan region. Di sebelah timur disebut dengan Australia Malayan region. Garis itulah yang kemudian kita kenal dengan Garis Wallacea. 

        Merujuk pada tarikh bumi di atas, keberadaan insan di muka bumi dimulai pada zaman Kuarter sekitar 600.000 tahun kemudian atau disebut juga zaman es. Dinamakan zaman es alasannya ialah selama itu es dari kutub berkali-kali meluas hingga menutupi sebagian besar permukaan bumi dari Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara Peristiwa itu terjadi alasannya ialah geothermal tidak tetap, adakalanya  naik dan adakalanya turun. Jika ukuran geothermal turun dratis maka es akan mencapai luas yang sebesar-besarnya dan air maritim akan turun atau disebut zaman Glasial. Sebaliknya bila ukuran panas naik, maka es akan mencair, dan permukaan air maritim akan naik yang disebut zaman Interglasial. Zaman Glasial dan zaman Interglasial ini berlangsung silih berganti selama zaman Diluvium (Pleistosen). Hal ini menimbulkan banyak sekali perubahan iklim di seluruh dunia, yang kemudian mempengaruhi keadaan bumi serta kehidupan yang ada diatasnya termasuk manusia, sedangkan zaman Aluvium (Holosen) berlangsung kira-kira 20.000 tahun yang kemudian hingga kini ini.

        Sejak zaman ini mulai terlihat secara kasatmata adanya perkembangan kehidupan manusia, meskipun dalam taraf yang sangat sederhana baik fisik maupun kemampuan berpikirnya. Namun demikian dalam rangka untuk mempertahankan diri dan keberlangsungan kehidupannya, secara lambat laun insan mulai menyebarkan kebudayaan. Beruntung kita bangsa Indonesia mempunyai temuan majemuk jenis insan purba beserta hasil-hasil kebudayaannya, sehingga semenjak selesai kurun ke-19 para ilmuwan tertarik untuk melaksanakan kajian di negeri kita.

         Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta untuk kehidupan dan Terbentuknya Kepulauan Indonesia