Sejarah Kesultanan Cirebon Kuno
Cirebon ialah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang sangat penting dalam perjalanan Islam di Indonesia. Menurut Tome Pires, Islam sudah ada di Cirebon sekitar tahun 1470-1475 M. HJ de Graaf menyimpulkan bahwa Cirebon ialah wilayah pertama di Jawa Barat yang memeluk Islam. Dengan begitu sentra penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat ada di Cirebon.
Cirebon pada awalnya ialah sebuah kampung nelayan yang tidak berarti dan berjulukan Dukuh Pasambangan. Dukuh itu berlokasi di sebelah utara kota Cirebon ketika ini. Saat Tom Pires mengunjungi Cirebon di tahun 1513, Cirebon merupakan pelabuhan yang berpenduduk sekitar 1.000 kepala keluarga dan penguasannya telah memeluk Islam.
Awalnya, Cirebon berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan menempatkan penguasanya berjulukan Walangsungsang yang masih punya korelasi darah dengan penguasa Pajajaran kala itu. Walangsungsang mempunyai gelar Pangeran Cakrabumi. Setelah wafat ia kemudian digantikan oleh Syarif Hidayatullah dan semenjak itu berubahlah kerajaan ini menjadi Islam.
Kesultanan Cirebon ialah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Usia Sunan Gunung Jati sangat panjang yaitu 120 tahun dari 1448-1568 M. Karena kedudukannya sebagai salah seorang wali songo, ia menerima kehormatan dari raja-raja lain di Jawa menyerupai Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi bangun sebagai sebuah kerajaan Islam yang bebasa dari Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang masih belum menganut Islam. Gambar: disini
Dari Cirebon, ia kemudian membuatkan agama Islam ke tempat lain di Jawa Barat menyerupai Majalengka, Kuningan, Kawali, Sunda Kelapa dan Banten. Penyerangan Sunda Kelapa pada 1527 M dibawah komando Falatehan atas dorongan Cirebon dan Demak. Raja ketiga di Cirebon ialah cicit Sunan Gunung Jati yaitu Panembahan Ratu atau Pangeran Ratu. Walau pada masa pemerintahannya Cirebon di bawah imbas Mataram, berdasarkan R van Goen semenjak zaman Panembahan Senopati hingga Sultan Agung korelasi baik dalam suasana perdamaian dengan Cirebon tetap terpelihara.
Penembahan Ratu wafat pada tahun 1650 M dan digantikan oleh putranya yang bergelar Penembahan Girilaya. Keutuhan Cirebon sebagai sebuah kerajaan hanya hingga Girilaya wafat alasannya ialah sehabis ia wafat Keraton Cirebon dibagi menjadi dua kesultanan yaitu Kesultanan Kasepuhan dengan raja pertamanya Pangeran Martawijaya dengan gelar Samsudin dan Kesultanan Kanoan dengan sultannya yang pertama berjulukan Pangeran Kartawijaya dengan gelar Badruddin.
Dengan pecahnya Cirebon menjadi dua kesultanan, kedudukan Cirebon menjadi lebih lemah sehingga pada tahun 1681 M kedua kesultanan tersebut meminta pertolongan kepada VOC. Pada perjanjian Kartasura tahun 1705 antara Mataram dan VOC, disebutkan bahwa Cirebon berada di bawah pengawasan pribadi VOC.
Kemunduran politik tidak lantas menciptakan wibawa Cirebon sebagai sentra keagamaan di Jawa barat luntur. Bukan saja peranan historis yang dijalankan oleh Sunan Gunung Jati, Cirebon juga ialah sentra sastra Islam. Di pesantren-pesantren Cirebon, suluk-suluk yang berkualitas tinggi tercipta. Disini pula corak pesantren khas pesisir tetap dipertahankan hingga kini.
Cirebon pada awalnya ialah sebuah kampung nelayan yang tidak berarti dan berjulukan Dukuh Pasambangan. Dukuh itu berlokasi di sebelah utara kota Cirebon ketika ini. Saat Tom Pires mengunjungi Cirebon di tahun 1513, Cirebon merupakan pelabuhan yang berpenduduk sekitar 1.000 kepala keluarga dan penguasannya telah memeluk Islam.
Awalnya, Cirebon berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pakuan Pajajaran dengan menempatkan penguasanya berjulukan Walangsungsang yang masih punya korelasi darah dengan penguasa Pajajaran kala itu. Walangsungsang mempunyai gelar Pangeran Cakrabumi. Setelah wafat ia kemudian digantikan oleh Syarif Hidayatullah dan semenjak itu berubahlah kerajaan ini menjadi Islam.
Kesultanan Cirebon ialah kerajaan Islam pertama di Jawa Barat. Kerajaan ini didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Usia Sunan Gunung Jati sangat panjang yaitu 120 tahun dari 1448-1568 M. Karena kedudukannya sebagai salah seorang wali songo, ia menerima kehormatan dari raja-raja lain di Jawa menyerupai Demak dan Pajang. Setelah Cirebon resmi bangun sebagai sebuah kerajaan Islam yang bebasa dari Pajajaran, Sunan Gunung Jati berusaha meruntuhkan Kerajaan Pajajaran yang masih belum menganut Islam. Gambar: disini
Keraton Kasepuhan Cirebon |
Penembahan Ratu wafat pada tahun 1650 M dan digantikan oleh putranya yang bergelar Penembahan Girilaya. Keutuhan Cirebon sebagai sebuah kerajaan hanya hingga Girilaya wafat alasannya ialah sehabis ia wafat Keraton Cirebon dibagi menjadi dua kesultanan yaitu Kesultanan Kasepuhan dengan raja pertamanya Pangeran Martawijaya dengan gelar Samsudin dan Kesultanan Kanoan dengan sultannya yang pertama berjulukan Pangeran Kartawijaya dengan gelar Badruddin.
Dengan pecahnya Cirebon menjadi dua kesultanan, kedudukan Cirebon menjadi lebih lemah sehingga pada tahun 1681 M kedua kesultanan tersebut meminta pertolongan kepada VOC. Pada perjanjian Kartasura tahun 1705 antara Mataram dan VOC, disebutkan bahwa Cirebon berada di bawah pengawasan pribadi VOC.
Kemunduran politik tidak lantas menciptakan wibawa Cirebon sebagai sentra keagamaan di Jawa barat luntur. Bukan saja peranan historis yang dijalankan oleh Sunan Gunung Jati, Cirebon juga ialah sentra sastra Islam. Di pesantren-pesantren Cirebon, suluk-suluk yang berkualitas tinggi tercipta. Disini pula corak pesantren khas pesisir tetap dipertahankan hingga kini.