Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kerajaan Kutai (Kerajaan-Kerajaan Pada Masa Hindu-Buddha)

Coba kau identifikasi beberapa peninggalan budaya HinduBuddha dalam bentuk budaya benda/fisik maupun budaya tak benda/non fisik di lingkungan sekitarmu! 

Mengamati Lingkungan


Mungkin kau pernah mendengar atau malah sudah pernah berkunjung di suatu tempat yang disebut Trowulan di Mojokerto. Kompleks Trowulan inilah yang diperkirakan dulu menjadi sentra pemerintahan Kerajaan Majapahit. Beberapa situs yang sanggup kita temukan kini contohnya ada pendhopo, segaran, Candi Bajang Ratu dan sebagainya. Kamu bayangkan Majapahit tempo dulu merupakan kerajaan yang luas dan sudah menjalin kolaborasi dengan kerajaan-kerajaan di luar Kepulauan Indonesia. Bahkan Mohammad Yamin menyebut Kerajaan Majapahit itu sebagai Kerajaan Nasional kedua. Bayangkan pula tokoh besar ibarat Patih Gajah Mada dan Raja Hayam Wuruk yang berhasil mempersatukan Nusantara. Bahkan hingga ketika ini kebesaran Patih Gajah Mada masih menempel dalam ingatan kita, hingga makam Patih Gajah Mada oleh masyakarat Lombok Timur dipercaya berada di kompleks pemakaman Raja Selaparang. Cerita kebesaran Patih Gajah Mada juga terdapat di tempat lain. Nah, itulah cerita menarik Kerajaan Majapahit, satu di antara kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang ada di Nusantara. Berikut ini kita akan mempelajari perkembangan beberapa kerajaan Hindu-Buddha.

Memahami Teks

Kerajaan Kutai

Bicara soal perkembangan Kerajaan Kutai, tidak lepas dari sosok Raja Mulawarman. Kamu perlu memahami keberadaan Kerajaan Kutai, alasannya Kerajaan Kutai ini dipandang sebagai kerajaan Hindu-Buddha yang pertama di Indonesia. Kerajaan Kutai diperkirakan terletak di tempat Muarakaman di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Sungai Mahakam merupakan sungai yang cukup besar dan mempunyai beberapa anak sungai. Daerah di sekitar tempat pertemuan antara Sungai Mahakam dengan anak sungainya diperkirakan merupakan letak Muarakaman dahulu. Sungai Mahakam sanggup dilayari dari pantai hingga masuk ke Muarakaman, sehingga baik untuk perdagangan. Inilah posisi yang sangat menguntungkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Sungguh Tuhan Yang Maha Esa membuat alam semesta dan tanah air Indonesia itu begitu kaya dan strategis. Hal ini perlu kita syukuri.

Untuk memahami perkembangan Kerajaan Kutai itu, tentu memerlukan sumber sejarah yang sanggup menjelaskannya. Sumber sejarah Kutai yang utama ialah prasasti yang disebut yupa, yaitu berupa kerikil bertulis. Yupa juga sebagai tugu peringatan dari upacara kurban. Yupa ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Mulawarman. Prasasti Yupa ditulis dengan karakter pallawa dan bahasa sanskerta. Dengan melihat bentuk hurufnya, para andal beropini bahwa yupa dibentuk sekitar kala ke-5 M.

Hal menarik dalam prasasti itu ialah disebutkannya nama kakek Mulawarman yang berjulukan Kudungga. Kudungga berarti penguasa lokal yang sehabis terkena dampak Hindu-Buddha wilayahnya berkembang menjadi kerajaan. Walaupun sudah menerima dampak Hindu-Buddha namanya tetap Kudungga berbeda dengan puteranya yang berjulukan Aswawarman dan cucunya yang berjulukan Mulawarman. Oleh alasannya itu yang populer sebagai wangsakerta ialah Aswawarman. Coba pelajaran apa yang sanggup kau peroleh dengan problem nama di dalam satu keluarga Kudungga itu?

Satu di antara yupa itu memberi gosip penting ihwal silsilah Raja Mulawarman. Diterangkan bahwa Kudungga  mempunyai putra berjulukan Aswawarman. Raja Aswawarman dikatakan ibarat Dewa Ansuman (Dewa Matahari). Aswawarman mempunyai tiga anak, tetapi yang populer ialah Mulawarman. Raja Mulawarman dikatakan sebagai raja yang terbesar di Kutai. Ia pemeluk agama HinduSiwa yang setia. Tempat sucinya dinamakan Waprakeswara. Ia juga dikenal sebagai raja yang sangat akrab dengan kaum Brahmana dan rakyat. Raja Mulawarman sangat dermawan. Ia mengadakan kurban emas dan 20.000 ekor lembu untuk para Brahmana. Oleh alasannya itu, sebagai rasa terima kasih dan peringatan mengenai upacara kurban, para Brahmana mendirikan sebuah yupa.

Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kutai mengalami  zaman keemasan. Kehidupan ekonomi pun mengalami perkembangan. Kutai terletak di tepi sungai, sehingga masyarakatnya melaksanakan pertanian. Selain itu, mereka banyak yang melaksanakan perdagangan. Bahkan diperkirakan sudah terjadi hubungan dagang dengan luar. Jalur perdagangan internasional dari India melewati Selat Makassar, terus ke Filipina dan hingga di Cina. Dalam pelayarannya dimungkinkan para pedagang itu singgah terlebih dahulu di Kutai. Dengan demikian, Kutai semakin ramai dan rakyat hidup makmur.

Satu di antara yupa di Kerajaan Kutai berisi keterangan yang artinya:“Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka, telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para brahmana yang ibarat api, (bertempat) di dalam tanah yang sangat suci (bernama) Waprakeswara”.