Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pedagang, Penguasa Dan Pujangga Pada Era Klasik (Hindu-Buddha)

Masa Hindu-Buddha berlangsung selama kurang lebih 12 abad. Pembabakan masa Hindu-Buddha terbagi menjadi tiga, yaitu periode pertumbuhan, perkembangan, dan keruntuhan. Pada periode ke-16 agama Islam mulai mendominasi Nusantara. Namun, tidak berarti efek kebudayaan Hindu-Buddha hilang tergantikan kebudayaan Islam. Agama Islam mengakomodasi peninggalan Hindu-Buddha, tentunya dengan melaksanakan modifikasi biar tetap berselang beberapa abad, wujud peradaban Hindu-Buddha masih sanggup kita saksikan hingga sekarang, contohnya dalam perwujudan sastra dan arsitektur. (Taufik Abdullah (ed), 2012

Kutipan di atas menawarkan perkembangan Kebudayaan Hindu-Buddha sudah berlangsung sangat usang dan meluas di seluruh Kepulauan Indonesia. Kebudayaan yang sangat monumental ialah mulai dikenalnya tulisan. Oleh lantaran itu dalam cuilan ini kita akan mengenal lebih lanjut perihal penduduk di Kepulauan Indonesia ketika sudah mengenal goresan pena dan kebudayaannya mulai berkembang. Terutama sewaktu pengaruh-pengaruh budaya Hindu-Buddha masuk ke Kepulauan Indonesia. Masa ini sering kali disebut juga dengan masa klasik, yaitu awal masuknya unsur-unsur budaya India di Kepulauan Indonesia. Pada tahapan ini banyak kemajuan yang dicapai dalam pemikiran dan hasil-hasil budaya baik dalam bentuk benda, maupun budaya tak benda. Masa klasik juga diartikan sebagai pertimbangan banyaknya capaian budaya pada masa Hindu-Buddha itu yang masih tetap dihargai dan ditafsirkan ulang hingga ketika ini meskipun efek budaya Hindu-Buddha sudah mulai memudar dan digantikan oleh budaya lain.

Pengaruh Budaya India

Mengamati Lingkungan

 agama Islam mulai mendominasi Nusantara Pedagang, Penguasa dan Pujangga pada Masa Klasik (Hindu-Buddha)

Perhatikan gambar di atas. Tentu kau pernah membaca atau bahkan tiba untuk melihat kemegahan candi Borobudur dan candi Prambanan. Kedua candi ini merupakan peninggalan masa Hindu-Buddha dan berlokasi di Jawa Tengah.

Candi Borobudur terletak di Kota Magelang, Jawa Tengah. Dari bentuk arsitekturnya candi itu merupakan candi Buddha. Candi yang megah itu pernah menjadi satu di antara tujuh keajaiban dunia. Kamu tentu besar hati dengan peninggalan budaya itu dan harus sanggup merawat peninggalan yang sangat berharga tersebut. Tidak jauh dari candi Borobudur, terdapat candi Prambanan. Candi Hindu itu terletak di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Klaten, Jawa Tengah. Kedua candi yang megah itu merupakan bukti perkembangan agama dan kebudayaan HinduBuddha di Indonesia. Apa kau pernah membaca dongeng rakyat perihal Rara Jonggrang dan Bandung Bondowoso? Cerita itu yang melatarbelakangi terjadinya candi Prambanan. Benarkah hal tersebut terjadi aktual ataukah hanya sebuah mitos belaka? Kamu sanggup mendiskusikannya bersama teman-teman.

Dua mahakarya itu merupakan bukti-bukti pencapaian yang luar biasa pada Dinasti Syailendra. Setelah masa dinasti tersebut surut, sentra kebudayaan dan politik kerajaan pindah ke Jawa cuilan timur. Di Jawa cuilan timur itu kemudian berdirilah kerajaan yang diperintah oleh keturunan Raja Mataram yang berjulukan Mpu Sindok. Beberapa sumber sejarah yang berasal dari Cina menyebutkan perihal adanya kekerabatan perkawinan antara raja Jawa dan Bali pada masa pemerintahannya. 

Sementara itu, di Sumatra terdapat kerajaan yang sangat terkenal, yaitu Sriwijaya. Kerajaan yang handal menjalin kekerabatan dengan dunia internasional melalui jaringan perdagangan dan kemaritimannya. Dalam masa itulah para pedagang tiba dari India, Cina dan Arab untuk meramaikan Sriwijaya. Saat Sumatra berada di bawah Dinasti Syailendra, kerajaan itu sanggup menguasai kerajaan-kerajaan lain di sepanjang Selat Malaka. Pada masa itu pula kekerabatan dengan India dan Cina berkembang pesat. Bahkan kekerabatan itu sangat besar lengan berkuasa dalam perkembangan budaya pada masa itu, bahkan hingga ketika ini efek kedua budaya itu masih sanggup kita temui. Kehebatan Sriwijaya juga ditunjukkan dengan adanya “dharma” (sumbangan) dari Raja Sriwijaya untuk mendirikan asrama di Nalanda, India. Sriwijaya pun menjadi sentra berguru agama Buddha pada masa itu. Sumber-sumber Tibet dan Nepal menyebutkan, seorang pendeta Buddha yang berjulukan Atisa, berguru Agama Buddha di Sriwijaya selama 12 tahun, atas saran I-tsing, seorang musafir dari Cina yang lebih dahulu pernah singgah di Sriwijaya.

Jika mengunjungi Candi Prambanan atau candi Borobudur, kau akan melihat kisah dalam dunia wayang. Kamu mungkin pernah mendengar perihal wayang, atau bahkan ada yang suka menonton pertunjukan wayang. Wayang sudah dikenal oleh nenek moyang kita semenjak masa Hindu-Buddha. Melalui wayang kisah Mahabharata dipentaskan. Kisah yang hingga ketika ini masih terkenal ialah kisah Bharatayudha. Kisah ini menceritakan perihal perang saudara antara Kurawa dan Pandawa, perihal kebaikan yang mengalahkan kejahatan. Cerita itu merupakan saduran dari India. Seorang pujangga Jawa diperintahkan oleh Jayabaya untuk menulis dongeng itu dalam versi Jawa. Jayabaya ialah Raja Kediri yang kekuasaannya tidak sanggup ditentang oleh kerajaan-kerajaan lain. Raja ini pula yang dikenal lantaran kehebatan ramalannya. Selain Mahabharata juga dikenal dongeng perihal Ramayana. Dari kisah Ramayana itulah disebutkan adanya Jawadwipa, pulau yang kaya dengan tambang emas dan perak. 

Nama Jawadwipa juga sudah dikenal oleh spesialis geografi Yunani, Ptolomeus, pada awal tarikh Masehi dengan nama “Labadiu”. Kaprikornus nama Kepulauan Indonesia sudah ditulis dan dikenal oleh penulis Barat jauh pada masa awal Masehi. Ptolomeus menyebutkan bahwa Pulau Labadiu artinya Pulau Padi atau dikenal pula dengan Jawadwipa. 

Nah, bagaimanakah agama Hindu dan Buddha sanggup masuk di Kepulauan Indonesia? Banyak hebat yang beropini perihal itu. Pada cuilan ini kita akan berguru perihal masuk dan berkembangnya pengaruh-pengaruh India dan Cina, serta capaian-capaian yang dilakukan para penguasa pada masa itu dan proses masuknya agama Hindu dan Buddha. Pada ketika ini pula peranan pedagang, penguasa, dan pujangga sangat terlihat dari bukti-bukti capaian budaya yang hingga kini masih sanggup kita jumpai.

Memahami  Teks

Satu di antara bangsa yang berinteraksi dengan penduduk kepulauan di Indonesia ialah bangsa India. Interaksi itu terjalin sejalan dengan meluasnya kekerabatan perdagangan antara India dan Cina. Hubungan itu yang mendorong pedagang-pedagang India dan Cina tiba ke kepulauan di Indonesia. Menurut van Leur, barang yang diperdagangkan dalam pasar internasional ketika itu ialah barang komoditas yang bernilai tinggi. Barang-barang itu berupa logam mulia, perhiasan, banyak sekali barang pecah belah, serta materi baku yang diharapkan untuk kerajinan. Dua komoditas penting yang menjadi primadona pada awal masa sejarah di Kepulauan Indonesia ialah gaharu dan kapur barus. Kedua komoditas itu merupakan materi baku pewangi yang paling digemari oleh bangsa India dan Cina. Interaksi dengan kedua bangsa itu membawa perubahan pada bentuk tata negara di beberapa tempat di Kepulauan Indonesia. Juga perubahan dalam susunan kemasyarakatan dan sistem kepercayaan. Sejak ketika itu pula pengaruh-pengaruh Hindu-Buddha berkembang di Indonesia.

Tanda-tanda tertua adanya efek kebudayaan Hindu di Indonesia berupa prasasti-prasasti yang ditemukan di tempat Sungai Cisedane, akrab Kota Bogor ketika ini. Juga di Jawa Barat akrab Kota Jakarta. Selain itu kita juga sanggup melihat peninggalan kebudayaan Hindia itu di sepanjang pantai Kalimantan Timur, yaitu di tempat Muarakaman, Kutai. Menurut para hebat sejarah kuno, kerajaankerajaan yang disebut dalam prasasti-prasasti itu ialah kerajaan Indonesia asli, yang hidup makmur bersumber dari perdagangan dengan negara-negara di India Selatan. Interaksi dengan orangorang dari negara lain itulah yang kemudian mempengaruh cara pandang para raja-raja ketika itu untuk mengadopsi konsep-konsep Hindu dengan cara mengundang para hebat dan para pendeta dari golongan Brahmana (pendeta) di India Selatan yang beragama Wisnu atau Brahma.

Beberapa bukti menunjukkan, sesudah budaya India masuk, terjadi banyak perubahan dalam tatanan kehidupan. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan, kerajaan tertua di Muarakaman, Kalimatan Timur, yaitu Kerajaan Kutai menerima efek yang kuat dari budaya India yaitu budaya yang dikembangkan oleh Bangsa Arya di lembah Sungai Indus. Percampuran budaya itu kemudian melahirkan kerajaan yang bersifat Hindu di Nusantara. Baik itu yang meliputi dalam sistem religi, sistem kemasyarakatan, dan bentuk pemerintahan. Suatu hal yang sangat penting dalam efek Hindu ialah adanya konsepsi mengenai susunan negara yang amat hirarkis dengan pembagian-pembagian dan fraksi-fraksi yang digolongkan ke dalam empat atau delapan cuilan besar yang bersifat sederajat dan tersusun secara simetris. Semua bagianbagian itu diorientasikan ke atas, yaitu sang raja dianggap sebagai keturunan dewa. Raja dianggap keramat dan puncak dari segala hal dalam negara dan sentra alam semesta.

Kebudayaan Hindu di zaman itu mempunyai kekuatan yang besar dan serupa dengan zaman modern ketika ini, menyerupai kebudayaan Barat ataupun kebudayaan Korea yang hampir mempengaruhi seluruh kehidupan semua bangsa-bangsa di dunia. Demikian halnya dengan kebudayaan intelektual agama Hindu pada masa itu yang mempunyai efek kuat di Asia Tenggara.

Sebelum kebudayaan India masuk, pemerintahan desa dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih oleh anggota masyarakat. Seorang kepala suku merupakan orang pilihan yang mengetahui perihal adat istiadat dan upacara pemujaan roh nenek moyangnya dengan baik. Ia juga dianggap sebagai wakil nenek moyangnya. Ia harus sanggup melindungi keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya. Karena itulah larangan dan perintahnya dipatuhi oleh warganya. Setelah masuknya budaya India, terjadi perubahan. Kedudukan kepala suku digantikan oleh raja menyerupai halnya di India. Raja mempunyai kekuasaan yang sangat besar. Kedudukan raja tidak lagi dipilih oleh rakyatnya, akan tetapi diturunkan secara turun temurun. Raja merupakan penjelmaan ilahi yang seringkali disembah oleh rakyatnya. Para Brahmana agama Hindu tidak dibebani untuk membuatkan agama Hindu di Indonesia. Pada dasarnya seseorang tidak sanggup menjadi Hindu, tetapi seseorang itu lahir sebagai Hindu. Mengingat hal tersebut, maka menjadi menarik dengan adanya agama Hindu di Indonesia. Bagaimana sanggup terjadi bahwa orangorang Indonesia yang niscaya pada mulanya tidak dilahirkan sebagai Hindu sanggup beragama Hindu. 

Demikian pula dengan sistem kemasyarakatan. Sistem kemasyarakatan yang dikembangkan oleh bangsa Arya yang berkembang di Lembah Sungai Indus ialah sistem kasta. Sistem kasta mengatur kekerabatan sosial bangsa Arya dengan bangsabangsa yang ditaklukkannya. Sistem ini membedakan masyarakat menurut fungsinya. Golongan Brahmana (pendeta) menduduki golongan pertama. Ksatria (bangsawan, prajurit) menduduki golongan kedua. Waisya (pedagang dan petani) menduduki golongan ketiga, sedangkan Sudra (rakyat biasa) menduduki golongan terendah atau golongan keempat. Sistem kepercayaan dan kasta menjadi dasar terbentuknya kepercayaan terhadap Hinduisme. Penggolongan menyerupai inilah yang disebut caturwarna.

Awal kekerabatan dagang antara penduduk Kepulauan Nusantara dan India bertepatan dengan perkembangan pesat dari agama Buddha. Pendeta-pendeta Buddha membuatkan ajarannya ke seluruh penjuru dunia melalui jalur perdagangan tanpa menghitungkan kesulitan-kesulitan yang ditempuhnya. Mereka mendaki Himalaya untuk membuatkan pedoman Buddha di Tibet. Dari Tibet mereka melanjutkan ke arah utara hingga hingga ke Cina. Kedatangan mereka itu biasanya disampaikan terlebih dahulu, sehingga ketika tiba di tempat tujuan mereka sanggup bertemu dengan kalangan istana. Mereka biasanya mengajarkan agama dengan penuh ketekunan. Mereka juga membentuk sebuah sanggha dengan biksubiksu setempat, sehingga muncul suatu ikatan  pribadi dengan India, tanah suci agama Buddha. Kedatangan para biksu dari India ke negara-negara lain itu, memunculkan harapan para penduduk tempat setempat untuk pergi ke India mempelajari agama Buddha lebih lanjut. Para biksu lokal itu kemudian kembali dengan membawa kitabkitab suci, relik, dan kesan-kesan. Bosch menyebut tanda-tanda ini dengan “arus balik”. Pengaruh Buddha di Indonesia sanggup dijumpai pada beberapa temuan arkeologis. Satu bukti ialah ditemukannya arca Buddha terbuat dari perunggu di tempat Sempaga, Sulawesi Selatan. Menurut ciri-cirinya, arca Sempaga memperlihatkan langgam seni arca Amarawati dari India Selatan. Arca sejenis juga ditemukan di tempat Jember, Jawa Timur dan tempat Bukit Siguntang, Sumatra Selatan. Di tempat Kota Bangun, Kutai, Kalimantan Timur, juga ditemukan arca Buddha. Arca Buddha itu memperlihatkan ciri seni area dari India Utara. Kalau begitu kapan kebudayaan Hindu-Buddha dari India itu masuk ke Kepulauan Indonesia?

Terdapat banyak sekali pendapat mengenai proses masuknya Hindu-Buddha atau sering disebut Hinduisasi. Sampai ketika ini masih ada perbedaan pendapat mengenai cara dan jalur proses masuk dan berkembangnya efek Hindu-Buddha di Kepulauan Indonesia. Beberapa pendapat (teori) tersebut dijelaskan pada uraian berikut:

Pertama, sering disebut dengan teori Ksatria. Dalam kaitan ini R.C. Majundar berpendapat, bahwa munculnya kerajaan atau efek Hindu di Kepulauan Indonesia disebabkan oleh peranan kaum ksatria atau para prajurit India. Para prajurit diduga melarikan diri dari India dan mendirikan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dan Asia Tenggara pada umumnya. Namun, teori Ksatria yang dikemukakan oleh R.C. Majundar ini kurang disertai dengan bukti-bukti yang mendukung. Selama ini belum ada hebat yang sanggup menemukan bukti-bukti yang menawarkan adanya perluasan dari prajurit-prajurit India ke Kepulauan Indonesia. Kekuatan teori ini terletak pada semangat petualangan para kaum ksatria. 

Kedua, teori Waisya. Teori ini terkait dengan pendapat N.J. Krom yang menyampaikan bahwa kelompok yang berperan dalam dalam penyebaran Hindu-Buddha di Asia Tenggara, termasuk Indonesia ialah kaum pedagang. Pada mulanya para pedagang India berlayar untuk berdagang. Pada ketika itu jalur perdagangan ditempuh melalui lautan yang menjadikan mereka tergantung pada ekspresi dominan angin dan kondisi alam. Bila ekspresi dominan angin tidak memungkinkan maka mereka akan menetap lebih usang untuk menunggu ekspresi dominan baik. Para pedagang India pun melaksanakan perkawinan dengan penduduk pribumi dan melalui perkawinan tersebut mereka mengembangkan kebudayaan India. Menurut G. Coedes, yang memotivasi para pedagang India untuk tiba ke Asia Tenggara ialah harapan untuk memperoleh barang tambang terutama emas dan hasil hutan. 

 Ketiga, teori Brahmana. Teori tersebut sesuai dengan pendapat J.C. van Leur bahwa Hinduisasi di Kepulauan Indonesia disebabkan oleh peranan kaum Brahmana. Pendapat van Leur didasarkan atas temuan-temuan prasasti yang memakai bahasa Sansekerta dan abjad Pallawa. Bahasa dan abjad tersebut hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Selain itu, adanya kepentingan dari para penguasa untuk mengundang para Brahmana India. Mereka diundang ke Asia Tenggara untuk keperluan upacara keagamaan. Seperti pelaksanaan  upacara inisiasi yang dilakukan oleh para kepala suku biar mereka menjadi golongan ksatria. Pandangan ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh Paul Wheatly bahwa para penguasa lokal di Asia Tenggara sangat berkepentingan dengan kebudayaan India guna mengangkat status sosial mereka.

Keempat, teori yang dinamakan teori Arus Balik. Teori ini lebih menekankan pada peranan bangsa Indonesia sendiri dalam proses penyebaran kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Artinya, orang-orang di Kepulauan Indonesia terutama para tokohnya yang pergi ke India. Di India mereka berguru hal ihwal agama dan kebudayaan Hindu-Buddha. Setelah kembali mereka mengajarkan dan membuatkan pedoman agama itu kepada masyarakatnya. Pandangan ini sanggup dikaitkan dengan pandangan F.D.K. Bosch yang menyatakan bahwa proses Indianisasi di Kepulauan Indonesia dilakukan oleh kelompok tertentu, mereka itu terdiri atas kaum terpelajar yang mempunyai semangat untuk membuatkan agama Buddha. Kedatangan mereka disambut baik oleh tokoh masyarakat. Selanjutnya lantaran tertarik dengan pedoman Hindu-Buddha mereka pergi ke India untuk memperdalam pedoman itu. Lebih lanjut Bosch mengemukakan bahwa proses Indianisasi ialah suatu efek yang kuat terhadap kebudayaan lokal. 

Berdasarkan teori-teori yang dikemukan di atas sanggup ditarik suatu kesimpulan bahwa masyarakat di Kepulauan Indonesia telah mencapai tingkatan tertentu sebelum munculnya kerajaan yang bersifat Hindu-Buddha. Melalui proses akulturisasi, budaya yang dianggap sesuai dengan karakteristik masyarakat diterima dengan menyesuaikan pada budaya masyarakat setempat pada masa itu.