Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Oleh-Oleh Dari The 2Nd Symposium On Marine Environment And Resource Utilization China And Asean 2017 Di Nanning & Beihai, China

By Muchlisin

Saya mendapat kehormatan diundang sebagai salah seorang pembicara (invited speaker) dalam The 2nd Symposium on Marine Environment and Resource Utilization China and ASEAN yang diadakan oleh Guangxi Academy of Science di Kota Nanning dan Beihai, 20-23 December 2017.  

Pertemuan tersebut dihadiri oleh lebih kurang 100 penerima perwakilan negera-negera Asean dan Chinna. Keynote speaker yang diundang sebanyak 10 orang, dan Alhamdulilah aku termasuk salah satu diantaranya.  Saya mendapat ajakan sangat mendadak lebih kurang 3 ahad sebelum acara, salah seorang panitia menghubunggi aku melalui email menanyakan kesediaan aku untuk ikut berpatisipasi mewakili Indonesia, berdasarkan yang bersangkutan mereka mendapat email dari paper yang pernah aku publish dan juga menilainya dari profil aku dibeberapa academic social media. Setelah memastikan ajakan valid dan benar (karena sebelumnya aku belum kenal dengan orang mengundang) alhasil aku putuskan untuk hadir dan mengurus visa. Pengurusan visa ini melalui jalur cepat (visa express) selama 2 hari kerja dengan biaya yang sedikit lebih tinggi dari yang normal (5 hari kerja).
Perjalanan ke Nanning dimulai dari Banda Aceh dan transit di Jakarta, penerbangan dari Jakarta ke China dengan memakai maskapai penerbangan China Southern Airline, salah satu maskapai terbesar di Chinna, jalur penerbangan dari Jakarta menuju Guangzhou memakan waktu lebih kurang 5 jam. Setelah transit lebih kurang 6 jam di Guangzhou, perjalanan dilanjutkan dengan penerbangan domestik dengan maskapai yang sama menuju Nanning yang berada di Provinsi Guangxi, perjalanan memakan waktu lebih kurang 1,5 jam. Maskapai China Southern Airline rupanya juag sangat respect dengan orang muslim dengan menyediakan masakan halal untuk kita.
 Tiba di Nanning sudah hampir tengah malam dan pihak panitia sudah menunggu di Bandara dan mengantar aku pribadi ke Red Forest Hotel, salah satu hotel terbaik yang berada di jantung Kota Nanning. Perjalanan ke Hotel memakan waktu lebih kurang 20 menit. Setiba di hotel aku mendapati koper pakaian tidak terkunci dan ternyata peraturan penerbangan di China untuk  luggage transit harus diperiksa ulang dan jikalau didapati ada benda yang dihentikan akan dibuka dan diamankan. Rupanya aku meletakkan power bank dalam luggage saya, pihak otoritas bandara mengambil power bank tsb menyelipkan selembar kertas petunjukkan untuk klaim ulang barangan yang disita tersebut dalam waktu 1 minggu, sebab waktu tidak cukup maka alhasil aku putuskan untuk menunjukkan surat tsb pada salah satu kolega Chinese untuk mengurusnya.

Pada hari pertama tidak ada kegiatan yang berarti sebab hanya pendaftaran penerima sehingga sehabis pendaftaran dll, aku berkesempatan keliling Kota Nanning dan mengunjunggi beberapa mall dengan berjalan kaki. Suhu udara cukup cuek ukuran aku orang Indonesia yaitu pada siang hari sekitar 12-16 oC dan 8-10 oC pada malam hari.  Pengamatan aku terlihat bahwa harga-harga barang elektronik contohnya laptop atau gadget agak lebih mahal berbanding di Indonesia, harga laptop MacBook contohnya terdapat perbedaan harga sekitar 2-3 jutaan dengan di Indonesia. Mungkin mereka menerapkan politik dagang dumping, sehingga produk yang sama dijual lebih mahal di negeri sendiri. Menurut klarifikasi salah seorang kolega chinese bahwa harga barangan elektronik lebi murah di Hongkong berbanding di China daratan, mungkin kerana di Hongkong pajaknya lebih murah berbanding dengan daratan. 

Hal menarik lainnya di Kota Nanning yaitu hampir semua sepeda motor memakai penggagas tenaga listrik (baterai) sehingga kotanya relatif senyap dan bebas polusi. Jalanan higienis dan rapi dengan banyak pohon kiri kanan jalanan. Sistim anggkutan umum juga sudah sangat baik bahkan saya  nilai setaraf dengan Jepang. Selain mempunyai bus kota juga tersedia subway dalam kota dan kerata api cepat antar kota. Sedikit aku heran banyak pengendara motor tidak memakai helmet di jalan raya, sehabis aku tanyakan kepada kolega disana, ternyata motor listrik tidak wajib memakai helmet disana.

 Suasana kota di malam hari juga tidak kalah meriah, terutama lampu warna-warna di gedung-gedung pencakar langit. Pengunjung mall juga ramai dan tidak ketinggalan juga adanya seniman jalanan yang memakai alat musik modern, keberadaan mereka tidak mengganngu pengunjung sama sekali, hanya bermain musik dan bernyanyi disudut taman (tidak keliling dari meja ke meja menyerupai kita di Indonesia).
Pada hari kedua kegiatan diisi presentasi oleh para keynote speaker dan aku mendapat kesempatan untuk bicara sehabis makan siang, pada kesempatan tersebut aku memaparkan over view terhadap penelitian terkait budidaya perikanan di Indonesia khususnya di Aceh lebih kurang memakan waktu 45 menit dan ditambah diskusi selama 15 menit.


Setelah dinner semua penerima siap-siap berangkat ke Beihai, salah satu district (kabupaten) dalam wilayah otonomi Guangxi Province, letaknya berada di tempat pantai. Kota Beihai merupakan salah satu tempat sentra industri budidaya perikanan bahari dan payau di China, sedangkan budidaya perikanan air tawar diantaranya berada di Nanning dan Guangzhou. Tiba di Beihai sekitar pukul 10 malam dan semua peserta  diinapkan di Golden Shinning New Century Grand Hotel.
Keesokan harinya kami berkunjung ke beberapa instansi pemerintah di Beihai, diantara Kantor Dinas Perikanannya Beihai, disana sudah menunggu pada petani nelayan dan petani ikan, sehabis sdikit seremoni dilanjutkan presentasi dan diskusi. Kemudian perjalan dilanjutkan ke salah satu sentra pengembangan belangkas atau mimi  (Limulidae), salah satu organisme bahari yang sudah dilindunggi, dan masyarakat China menyakini belangkas khususnya darahnya sanggup dipakai sebagai obat besar lengan berkuasa dan sanggup membunuh sel-sel kanker sehingga menjadi materi penting dalam kedokteran/perobatan China. Setelahnya kami menuju ke tapak pembangunan sentra penelitian Laut China Selatan (South China Sea Institute) yang dalam proses pembangunan dengan luas lahan 2000 Ha. Secara umum aku menilai teknologi budidaya perikanan Indonesia tidak kalah dengan China, hanya saja perlu adanya terobosan terutama wacana pemilihan spesies dan intergrasi antara pemerintah dengan institusi perguruan tinggi tinggi dan forum penelitian yang perlu ditingkatkan, sehingga transfer teknologi sanggup lebih cepat. Peran pemerintah disana sangat lebih banyak didominasi dan penting.

Sore harinya kami berkunjung ke salah satu industri budidaya kerapu. Perusahaan ini selain mempunyai kolam-kolam yang modern yang dilengkapi pemanas air dan alat penghasil oksigen murni untuk kebutuhan ikan di bak juga mempunyai laboratorium penelitian serta hotel dan restoran. Setelah berkeliling dan mendapat klarifikasi dari manejer lapangannya kami diberikan kesempatan untuk istirahat dan bagi yang mau mencuba sarana olah raga yang tersedia dipersilahkan secara gratis, sambil menunggu dinner.
Dinner dimulai pukul 6 sore, semua penerima yang turut dalam kunjungan ini duduk pada satu meja besar yang sanggup menampung lebih kurang 50 orang. Menu masakan malam ini yaitu seafood, sehingga aku agak leluasa sedikti menentukan masakan yang boleh dimakan. Setelah dinner dilanjutkan dengan santai sejenak sambil berkareoke umumnya penerima dari China dengan lagu-lagu mereka ang aku tidak pahami. Pihak tuan juga meminta aku untuk ikut menyumbang lagu dari Indonesia, semoga lumayan pihak tuan rumah alhasil proposal tersebut aku terima dan aku menyanyikan lagi daerah dari Aceh, Bungong Jeumpa, yang liriknya aku kurang hafal sehingga bercampur baur dengan lagu Gungong Selanga, tapi sebab tidak ada yang tahu apa artinya tentu tidak ada yang protes he...
Saya juga sempat berdiskusi intens dengan Direktur Guangxi Academy of Sciences dan mereka manawarkan beberapa jadwal diantaranya visiting professor/scientist, internship untuk mahasiswa  serta scholarship di Guangxi University untuk jadwal Ph.D. Mereka merencanakan untuk mengunjungi Aceh pada pertengahan tahun depan untuk menciptakan MOU dengan Unsyiah, sehingga program  sanggup dilaksanakan pada tahun 2018, Inshallah.