Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manajemen Berbasis Sekolah Dasar

 Kali ini kami akan bagikan artikel mengenai Manajemen SD Manajemen Berbasis SD
Buku Manajemen Sekolah Dasar

MANAJEMEN SEKOLAH DASAR

Kali ini kami akan bagikan artikel mengenai Manajemen Sekolah Dasar, Kalau di perkuliahan khususnya PGSD ada mata kuliah ini dengan nama Manajemen Berbasis Sekolah. Untuk itu silahkan simaklah penjelasannya.

BAB 1

1. Deskripsi

A.    Latar Belakang dan pengertian MBS

Menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 perihal Pemerintahan Daerah, pelaksanaan pendidikan merupakan salah satu keharusan yang menjadi wewenang pemerintah kabupaten/kota. Dijelaskan pula dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 perihal Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta diskriminatif dengan menandakan tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.

Baca juga :  
Dari klarifikasi dua landasan normatif tersebut gotong royong sudah cukup menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Akan tetapi perlu adanya standarisasi dan pengendalian mutu secara nasional sebagai upaya membentuk kesatuan rujukan dalam mencapai pendidikan yang berkualitas. Standar pendidikan ini telah diperkuat dengan adanya PP No. 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan.

Pemberian Otonomi Pendidikan yang luas kepada forum pendidikan di Indonesia merupakan wujud kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dalam masyarakat, di samping sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum dan sebagai sarana peningkatan efisiensi pemerataan pendidikan, kiprah serta masyarakat dan akuntabilitas publik. Secara esensial, landasan filosofis otonomi kawasan yakni pemberdayaan dan kemandiriaan kawasan menuju kematangan dan kualitas masyarakat yang dicita-citakan.

Pemberian otonomi ini menuntut pendekatan administrasi yang lebih aman di sekolah biar sanggup mengadopsi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan banyak sekali komponen masyarakat secara efektif guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada di sekolah. Dalam kerangka inilah MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) tampil sebagai alternatif paradigma gres administrasi pendidikan yang ditawarkan. 

MBS merupakan suatu konsep yang memperlihatkan otonomi kepada sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan biar sanggup mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah.
MBS merupakan bentuk alternatif pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi pendidikan yang ditandai adanya kewenangan pengambilan keputusan yang lebih luas di tingkat sekolah, partisipasi masyarakat yang relatif tinggi, dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional.


B. Peran Pemeritah atau Lembaga Terhadap Manajemen Berbasis Sekolah

1.Pemerintah Pusat

Manajemen Berbasis Sekolah berperan sangat penting lantaran sebagai penentu anggaran/dana  yang akan diberika kepada daearah di seluruh wilayah di Indonesia. Dana dari pemerintah pusat berupa dana BOS yang sudah dimulai  semenjak tahun 2005 untuk siswa Sekolah Dasar. Selanjutnya untuk siswa SMP (SMP) dan kini siswa di tingkat SLTA juga mendapatkan pemberian Dana BOS.

2.Pemerintah Provinsi

Peran pemerintah kawasan untuk memfasilitasi dan membantu staf sekolah atas tindakannya yang akan dilakukan sekolah, membuatkan kinerja staf sekolah dan kinerja siswa dan seleksi karyawan. Dalam kaitannya dengan kurikulum, memfokuskan tujuan, sasaran, dan hasil yang diharapkan dan kemudian mengatakan kesempatan kepada sekolah memilih metode untuk menghasilkan mutu pembelajaran. 

Adapun Pemerintah kabupaten/kota menjalankan kiprah dan fungsi : 
1) Memberikan pelayanan pengelolaan atas seluruh satuan pendidikan negeri atau swasta; 
2) Memberikan pelayanan terhadap sekolah dalam mengelola seluruh asset atau sumber daya pendidikan yang meliputi tenaga guru, prasarana dan sarana pendidikan, buku pelajaran, dana pendidikan dan sebagainya; 3) melaksanakan kiprah pembinaan dan pengurusan atas tenaga pendidik yang bertugas pada satuan pendidikan. Selain itu dinas kab/kota bertugas sebagai evaluator dan innovator, motivator, standarisator, dan informan, delegator dan koordinator.

3.Pemerintah Kabupaten/Kota

Mengenai Penentuan alokasi di tingkat pemerintah kabupaten berdasarkan alokasi besaran dari pemerintah pusat (khusus honor tenaga kependidikan).

Dana setiap anggaran pembangunan untuk pemberian operasional sekolah, pengadaan gedung, dan pengadaan laboratorium semuanya diberikan dalam bentuk blok gran yang diterimakan secara eksklusif ke sekolah-sekolah. Sekolah mempunyai keleluasaan dalam mengelola anggaran tersebut dengan sepengetahuan Dewan Sekolah. Pengelolaan dana ini juga akan diikuti dengan sistem pengawasan yang intensif. Bantuan Block Grant untuk sekolah swasta diubahsuaikan dengan kemampuan negara.

Adanya kesepakatan secara demokratis antara orang bau tanah dan sekolah apabila orang tua  dikenakan suatu biaya untuk anaknya. Sedangkan sumbangan sukarela tergantung ketersediaan sumber daya di masyarakat. Keberadaan dana ini sangat berbeda antara satu sekolah dengan lainnya. Bahkan, sekolah dengan kemampuan administrasi rendah, mungkin sekali tidak mempunyai sumber dana ini. Pengelolaan dana ini harus sepengetahuan Dewan Sekolah.

4.Peran Dinas Pendidikan

Peran dan fungsi Departemen Pendidikan di Indonesia di era otonomi menyebutkan bahwa kiprah pemerintah pusat antara lain memutuskan standar kompetensi siswa dan warga, peraturan kurikulum nasional dan system penilaian hasil belajar, penetapan pedoman pelaksanaan pendidikan, penetapan pedoman pembiayaan pendidikan, penetapan persyaratan, perpindahan, sertifikasi siswa, warga mencar ilmu dan mahasiswa, menjaga kelangsungan proses pendidikan yang bermutu, menjaga kesetaraan mutu antara kawasan kabupaten/kota dan antara kawasan provinsi biar tidak terjadi kesenjangan yang sangat mencolok, menjaga keberlangsungan pembentunkan akal pekerti, semangat kebangsaan dan jiwa nasionalisme melalui acara pendidikan (PP No.25 thn 2000).

5.Peran Sekolah
Keikutsertaan masyarakat kepada penyelenggaraan sekolah telah diatur dalam suatu kelembagaan yang disebut dengan Komite Sekolah. Secara resmi keberadaan Komite Sekolah diarahkan melalui Surat KEMENDIKNAS Nomor 044/U/2002 perihal Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Dalam  pembentukannya,  Komite Sekolah menganut prinsip transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi. 

Komite diharapkan menjadi kawan sekolah yang sanggup mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan acara pendidikan di sekolah. Tugas serta fungsi Komite Sekolah antara lain untuk mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; mendorong orang bau tanah dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; dan menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.

a. Tingkat sekolah, kiprah kepala sekolah sangat sentral. Makara kiprah kepala sekolah yakni : sebagai evaluator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator dan motivator. Disamping enam fungsi diatas Wohlstetter dan Mohrman menyatakan bahwa kepala sekolah berperan sebagai designer, motivator, fasilitator dan liasion (Nurkholis, 2003:119-122). Dari fungsi-fungsi diatas Mulyasa (2005:97) menambahkan satu fungsi lagi, yakni sebagai educator (pendidik), yakni bisa mengatakan pembinaan (mental, moral, fisik dan artistik) kepada guru dan staf serta para siswa.

b) Pedagogik reflektif menunjuk tanggungjawab pokok pembentukan moral maupun sikap intelektual dalam sekolah terletak pada para guru. Karena dengan dan melalui kiprah para guru relasi personal autentik untuk penanaman nilai-nilai bagi para siswa berlangsung (Paul Suparno, dkk, 2002:61-62). Untuk itu guru yang profesional dalam kerangka pengembangan MBS perlu mempunyai kompetensi antara lain kompetensi kepribadian (integritas, moral, watak dan etos kerja), kompetensi akademik (sertifikasi kependidikan, menguasai bidang tugasnya) dan kompetensi kinerja (terampil dalam pengelolaan pembelajaran).

C. Faktor yang mendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah meliputi:

1.Kepemimpinan dan administrasi sekolah yang baik
MBS akan berhasil jikalau ditopang oleh kemampuan professional kepala sekolah atau madrasah dalam memimpin dan mengelola sekolah atau madrasah secara efektif dan efisien, serta bisa membuat iklim organisasi yang aman untuk proses mencar ilmu mengajar.

2.Kondisi sosial, ekonomi dan keikutsertaan masyarakat terhadap pendidikan
Faktor dari luar yang akan turut memilih keberhasilan MBS yakni kondisi tingkat pendidikan orang bau tanah siswa dan masyarakat, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.

3.Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat membantu efektifnya implementasi MBS terutama bagi sekolah atau madrasah yang kemampuan orangtua/ masyarakatnya relative belum siap mengatakan bantuan terhadap penyelenggaraan pendidikan. alokasi dana pemerintah dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah atau madrasah menjadi penentu keberhasilan.

4.Profesionalisme
Keprofesionalan sangat strategis dalam upaya memilih mutu dan kinerja sekolah atau madrasah. Tanpa profesionalisme kepala sekolah atau madrasah, guru, dan pengawas, akan sulit dicapai acara MBS yang bermutu tinggi serta prestasi siswa.

Faktor Penghambat

Faktor penghambat yakni kelemahan dan tantangan kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan meliputi sistem politik yang kurang stabil, rendahnya sikap mental, wawasan kepala sekolah yang masih sempit, pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan, kurangnya sarana dan prasarana, lulusan yang kurang bisa berkompetisi, rendahnya kepercayaan masyarakat, birokrasi serta rendahnya produktivitas kerja.

1. Sistem politik yang tidak stabil

Sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara selain menjadikan banyak sekali masalah dalam hidup dan kehidupan di masyarakat juga merupakan faktor penghambat lahirnya kepala sekolah profesional. Wakil-wakil rakyat di dewan yang lamban dan plin-plan dalam mengambil suatu prakarsa serta selalu menunggu demonstrasi masyarakat dalam mengambil suatu keputusan merupakan suatu sistem politik yang kurang stabil dan kurang menguntungkan. 

Kondisi semacam ini sangat mewarnai banyak sekali bidang kehidupan, termasuk pendidikan, beserta komponen yang tercakup di dalamnya. Pengembangan sumber daya pembangunan melalui sistem pendidikan yang memadai perlu ditunjang oleh sistem politik yang stabil dan kemauan politik yang positif dari pemerintah. Termasuk dalam hal ini yakni anggaran belanja yang dialokasikan untuk pendidikan.

2. Rendahnya sikap mental

Rendahnya sikap mental sebagian kepala sekolah merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Rendahnya sikap mental tersebut antara lain terlihat dalam bentuk kurang disiplin dalam melaksanakan tugas, kurang motivasi dan semangat kerja, serta sering tiba terlambat ke sekolah dan pulang lebih cepat dari guru dan tata perjuangan sekolah. Kondisi-kondisi tersebut sangat menghambat dan merupakan tantangan bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional yang harus dicarikan jalan pemecahannya secara sempurna dan tepat.

3. Wawasan kepala sekolah yang masih sempit

Tidak semua kepala sekolah mempunyai wawasan yang cukup memadai untuk melaksanakan kiprah dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Sempitnya wawasan tersebut terutama terkait dengan banyak sekali masalah dan tantangan yang harus dihadapi oleh para kepala sekolah dalam era globalisasi kini ini, dimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi warta begitu cepat. 

Begitu cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyulitkan sebagian kepala sekolah dalam melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, yang bisa menghasilkan lulusan untuk sanggup bersaing di era yang penuh ketidak pastian dan kesemrawutan global (chaos). Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh faktor kepala sekolah yang kurang membaca buku, majalah dan jurnal; kurang mengikuti perkembangan; jarang melaksanakan diskusi ilmiah; dan jarang mengikuti seminar yang bekerjasama dengan pendidikan dan profesinya. 

Disamping itu, sempitnya wawasan kepala sekolah disebabkan oleh keberadaan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3KS) yang belum didayagunakan secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan kiprah dan fungsinya. Demikian pula halnya dengan keberadaan Musyawarah Kepala Sekolah (MKS) dimana forum ini hanya berperan sebagai tempat berunding kepala sekolah untuk memilih besarnya pungutan terhadap penerima didik dalam melaksanakan suatu kegiatan

4. Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan

Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan merupakan suatu faktor penghambat tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional. Hasil kajian memperlihatkan bahwa pengangkatan kepala sekolah remaja ini belum atau tidak melibatkan pihak-pihak masyarakat dan dunia kerja. Disamping itu, keputusan pemerintah mengenai jabatan kepala sekolah selama empat tahun dan setelah itu sanggup dipilih kembali untuk satu periode berikutnya belum sanggup dilaksanakan. Hal tersebut secara eksklusif merupakan penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional yang bisa mendorong visi menjadi agresi dalam peningkatan kualitas pendidikan.

5. Kurang sarana dan prasarana

Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan menyerupai perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja (workshop), pusat sumber mencar ilmu (PSB) dan perlengkapan pembelajaran sangat menghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Hal ini terutama berkaitan dengan kemampuan pemerintah untuk melengkapinya yang masih kurang. Disamping itu, walaupun pemerintah sudah melengkapi buku-buku pedoman dan buku-buku paket namun dalam pemanfaatannya masih kurang. Beberapa kasus memperlihatkan banyak buku-buku paket belum didayagunakan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, baik guru maupun oleh penerima didik.

6. Lulusan kurang bisa bersaing

Rendahnya kemampuan bersaing dari lulusan pendidikan sekolah banyak disebabkan oleh kualitas hasil lulusan yang belum sesuai dengan sasaran lulusan, sehingga para lulusan masih sulit untuk bisa bekerja lantaran persyaratan untuk diterima sebagai pegawai di suatu forum atau dunia perjuangan dan industri kian hari kian bertambah, yang antara lain harus menguasai bahasa asing, komputer dan kewirausahaan. Lulusan sekolah yang mau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi setiap tahun bertambah banyak, namun kemampuan bersaing dalam ujian pada umumnya masih rendah sehingga persentase lulusan yang diterima dan bisa melanjutkan pendidikan hanya sedikit.

7. Rendahnya kepercayaan masyarakat

Masyarakat Indonesia pada umumnya masih mempunyai tingkat kepercayaan yang kurang terhadap produktivitas pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pada jalur sekolah. Pendidikan sekolah secara umum belum bisa melahirkan sumber daya insan (SDM) yang berkualitas, yang siap pakai, baik untuk kerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kurang berhasilnya acara link and match (keterkaitan dan kesepadanan) dan belum berhasilnya acara pendidikan berbasis masyarakat serta kurikulum berbasis kompetensi pada sekolah kejuruan mengakibatkan kekurangpercayaan masyarakat terhadap pendidikan.

8. Birokrasi

Birokrasi yang masih dipengaruhi faktor feodalisme dimana para pejabat lebih suka dilayani daripada melayani masih menempel di lingkugan Dinas Pendidikan. Kebiasaan lain menyerupai kurangnya prakarsa dan selalu menunggu juklak dan juknis tidak menunjang bagi tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. 

Disamping itu, dalam lingkungan sekolah sikap kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang transparan dalam mengelolah sekolahnya. Hal ini mengakibatkan kurang percayanya tenaga kependidikan terhadap kepala sekolah, sehingga akan menurunkan kinerjanya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. 

Disamping itu, hambatan lain yang memperlemah kinerja kepala sekolah yakni kurangnya kepekaan terhadap krisis , rasa mempunyai dan rasa penting terhadap kualitas pendidikan, sehingga mengakibatkan lemahnya tanggung jawab, yang sanggup menurunkan partisipasinya dalam kegiatan sekolah. Fenomena tersebut terutama disebabkan oleh kondisi yang selama bertahun-tahun dimana kepala sekolah kurang menerima pendidikan dan training yang mengarah pada sistem administrasi modern, kalaupun ada pelatihan-pelatihan seringkali kurang memacu prestasi dan potensi kepala sekolah.

9.Rendahnya produktivitas kerja

Jika prudiuktivitas yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya etos kerja dan disiplin. Salah satu indikator dari masalah ini yakni masih rendahnya prestasi mencar ilmu yang sanggup dicapai penerima didik, baik prestasi akademis yang tertera dalam buku laporan pendidikan dan nilai ujian final maupun prestasi non-akademis serta partisipasinya dalam kehidupan dan memecahkan banyak sekali problem yang ada di masyarakat. Lebih dari itu, tidak jarang penerima didik yang justru menambah masalah bagi masyarakat dan lingkungan, menyerupai keterlibannya dalam penggunaan obat-obat terlarang, VCD porno dan perkelahian antar-pelajar.

10. Belum tumbuhnya budaya yang bermutu

Tidak lupa juga setiap Kualitas merupakan citra dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang memperlihatkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Kualitas dipahami pula sebagai apa yang dipahami atau dikatakan oleh konsumen. Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas meliputi input, proses dan output pendidikan. Input pendidikan yakni segala sesuatu yang harus tersedia lantaran dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. 

Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sedangkan output pendidikan merupakan kinerja sekolah, yaitu prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses dan sikap sekolah.

Paradigma gres kepala sekolah profesional dalam konteks MBS dan KBK berimplikasi terhadap budaya kualitas, yang mempunyai elemen-elemen sebagai berikut:
(1) informasi  kualitas harus dipakai untuk perbaikan;
(2) kewenangan harus sebatas tanggung jawab;
(3) hasil harus diikuti hadiah dan hukuman;
(4) kolaborasi, sinergi bukan kompetisi penuh melainka harus merupakan basis kerja sama, atau diistilahkan coopetition;
(5) tenaga kependidikan harus merasa aman dalam melaksanakan pekerjaannya;
(6) suasana keadilan harus ditanamkan; dan
(7) efek jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan.

Belum tumbuhnya budaya kualitas baik dari segi input, proses maupun output pendidikan merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Dalam hal ini, sekolah harus selalu menggalakkan peningkatan kualitas, yakni kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal.

 Kali ini kami akan bagikan artikel mengenai Manajemen SD Manajemen Berbasis SD
Buku Manajemen Berbasis Sekolah


D.Landasan  Hukum
1.Pembukaan dan pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945
2.Undang-Undang No. 20 th 2003 perihal Sisdiknas pasal 51
3.Peraturan Pemerintah No. 19 th 2005
Pasal 49 ayat (1)
“Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah menerapkan administrasi berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas”
Pasal 51 ayat (1), (2), dan (3)

  • Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang akademik dilakukan oleh rapat Dewan Pendidik yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
  • Pengambilan keputusan pada satuan pendidikan dasar dan menengah di bidang non akademik dilakukan oleh komite sekolah/madrasah  yang dihadiri oleh kepala satuan pendidikan.
  • Rapat dewan pendidik dan komite sekolah/madrasah dilaksanakan atas dasar prinsip musyawarah mufakat yang berorientasi pada peningkatan mutu satuan pendidikan.

E. Tujuan Program MBS

Tujuan MBS utamanya penerapan MBS pada pada dasarnya yakni untuk penyeimbangan struktur kewenangan antara sekolah, pemerintah kawasan pelaksanaan proses dan pusat sehingga administrasi menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan kepada unit yang paling akrab dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu sendiri yaitu sekolah. 

Disamping itu untuk memberdayakan sekolah biar sekolah sanggup melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat tersebut. Tujuan penerapan MBS yakni untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melaksanakan pengambilan keputusan secara partisipatif.

Lebih rincinya MBS bertujuan untuk:
1. meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia;
2. meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama;
3. meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah perihal mutu sekolahnya; dan
4. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah perihal mutu pendidikan yang akan dicapai

F.Prinsip-prinsip MBS

1. Prinsip Ekuifinalitas (Principle of Equifinality)

Prinsip ini didasarkan pada teori administrasi modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya pekerjaan sekolah ketika ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang lain, contohnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya, sekolah tak sanggup dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota, provinsi, apalagi Negara.
Pendidikan sebagai identitas yang terbuka terhadap banyak sekali efek eksternal. Oleh lantaran itu, tak menutup kemungkinan bila sekolah akan mendapatkan banyak sekali masalah menyerupai halnya institusi umum lainya. 

Pada zaman yang lingkunganya semakin kompleks ini maka sekolah akan semakin mendapatkan tantangan permasalahan.
Sekolah harus bisa memecahkan banyak sekali permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling sempurna dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda mempunyai masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang satu dengan yang lain.

2. Prinsip Desentralisasi (Principle of Decentralization)

Desentralisasi yakni tanda-tanda yang penting dalam reformasi administrasi sekolah modern. Prinsip desentralisasi ini konsisten dengan prinsip ekuifinalitas. Prinsip desentralisasi dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan acara pengajaran tak sanggup dielakkan dari kesultian dan permasalhaan. Pendidikan yakni masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam pelaksanaannya.

Prinsip ekuifinalitas yang dikemukakan sebelum mendorong adanya desentralisasi kekuasaan dengan mempersilahkan sekolah mempunyai ruang yang lebih luas untuk bergerak, berkembang,dan bekerja berdasarkan strategi-strategi unik mereka untuk menjalani dan mengelola sekolahnya secara efektif. 

 Oleh lantaran itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat mungkin ketika masalah itu muncul. Dengan kata lain, tujuan prinsip desentralisasi yakni efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh lantaran itu, MBS harus bisa menemukan masalah, memecahkannya sempurna waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas, acara pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak sanggup memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisien.

3. Prinsip Sistem Pengelolaan Mandiri
 MBS tidak mengingkari bahwa sekolah perlu mencapai tujuan-tujuan berdasarkan suatu kebijakan yang telah ditetapkan, tetapi terdapat banyak sekali cara yang berbeda-beda untuk mencapainya. MBS menaydari pentingnya untuk mempersilahkan sekolah menjadi system pengelolaan secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri di bawah kebijakannya sendiri. Sekolah mempunyai otonomi tertentu untuk membuatkan tujuan pengajaran seni administrasi manajemen, distribusi sumber daya insan dan sumber daya lainnya, memecahkan masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing. Karena sekolah dikelola secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri maka mereka lebih mempunyai inisiatif dan tanggung jawab.

Prinsip ini terkait dengan prinsip sebelumnya, yaitu prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi. Ketika sekolah menghadai permasalahan maka harus diselesaikan dengan caranya sendiri. Sekolah sanggup menuntaskan masalahnya bila telah terjadi pelimpahan weewnang dari birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah sanggup melaksanakan system pengelolaan mandiri.

4. Prinsip Inisiatif Manusia (Principle of Human Initiative)

Perspektif sumber daya insan menekankan bahwa orang yakni sumber daya berharga di dalam organisasi sehingga poin utama manajeman yakni membuatkan sumber daya insan di adalam sekolah untuk berinisitatif. Berdasarkan perspektif ini maka MBS bertujuan untuk membangun lingkungan yang sesuai untuk warga sekolah biar sanggup bekerja dengan baik dan membuatkan potensinya. Oleh lantaran itu, peningkatan kualitas pendidikan sanggup diukur dari perkembangan aspek sumber dayamanusianya.

Prinsip ini mengakui bahwa insan bukanlah sumber daya yang statis, melainkan dinamis. Oleh lantaran itu, potensi sumber daya insan harus selalu digali, ditemukan, dan kemudian dikembangkan. Sekolah dan forum pendidikan yang lebih luas tidak sanggup lagi memakai istlah staffing yang konotasinya hanya mengelola insan sebagai barang yang statis. Lemabaga pendidikan harus memakai pendekatan human resources development yang mempunyai konotasi dinamis dan asset yang amat penting dan mempunyai potensi untuk terus dikembangkan.

 BAB II                                                                                                                                                    

1. Tujuan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah:

Tujuan Penerapan MBS adalah:
1. Sekolah mempunyai kewenangan untuk mengurusi dan mendayagunakan sumber daya  yang ada di sekolah maupun sekitarnya.
2. Sistem pengelolaan lebih tersusun dengan baik
3. Kepala sekolah, beserta seluruh warga sekolah dan sekitarnya, bersama-sama meningkatkan mutu pendidikan sekolah.
4. Seluruh warga sekolah , mempunyai tanggung jawab sesuai dengan  tugasnya.
Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah yang ada di salah satu sekolah dasar yakni kurikulum dan acara pengajaran, tenaga kependidikan, kesiswaan, sarana dan prasarana pendidikan, dan pengelolaan relasi sekolah dan orang tua/wali murid

2. Kurikulum dan Program Pengajaran

Kurikulum dan acara pengajaran merupakan pijakan dalam proses pendidikan yang diselenggarakan pada sebuah forum pendidikan, Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional telah dilakukan Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Namun demikian sekolah juga bertugas dan berwenang membuatkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat setempat dan sosial budaya yang mendukung pembangunan lokal sehingga penerima didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungan (Mulyasa, 2002:40).

Dalam administrasi berbasis sekolah di Indonesia untuk muatan lokal mengharuskan setiap satuan pendidikan diharapkan sanggup membuatkan dan memunculkan keunggulan acara pendidikan tertentu sesuai dengan latar belakang tuntutan lingkungan sosial masyarakat. Dengan otonomi sekolah dalam arti luas mempunyai fungsi untuk menghubungkan program-program sekolah dengan seluruh kehidupan penerima didik dan kebutuhan lingkungan sehingga setelah siswa menuntaskan pendidikan pada satuan pendidikan mereka siap pakai sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

1) Kurikulum dalam MBS
Yang dimaksud dengan administrasi kurikulum dan acara pengajaran tidak hanya perencanaan satuan pembelajaran saja, akan tetapi juga termasuk pelaksanaan, serta penilaian kurikulum. Sesuai dengan hakikatnya, Jika ditinjau dari fungsi manajemen, kegiatan kurikulum meliputi tiga hal, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan atau penilaian.  

a) Perencanaan kurikulum
Berdasarkan perencanaan tingkat pusat, sekolah menyusun kegiatan sekolah terkait dengan proses mencar ilmu mengajar di kelas dan diluar kelas. Kegiatan sekolah yang dilakukan SDN 1 Panimbo,  antara lain: merencanakan acara kegiatan tahunan, planning acara kegiatan catur wulan (semester), planning persiapan mengajar atau RPP, penyusunan acara pelajaran sekolah, dan sebagainya

b) Pelaksanaan kurikulum
Guru di SDN 1 Panimbo dituntut harus sanggup melaksanakan pembelajaran dengan baik dan sistematis, biar siswa bisa mendapatkan pelajaran yang disampaikan oleh guru dan sanggup dipahami dengan baik.  Pada intinya, pelaksanaan kurikulum merupakan proses interaksi mencar ilmu mengajar antara guru dan siswa yang sanggup dirinci dalam tiga tahap:

1) Tahap persiapan pelajaran, yakni kegiatan yang dilakukan guru sebelum mulai mengajar,  antara lain: mengusut ruang kelas,berdoa,  mengabsen siswa, cek kesiapan alat dan media, serta kesiapan siswa.
2)  Tahap pelaksanaan pelajaran, yakni kegiatan mengajar sesungguhnya yang dilakukan oleh guru dan sudah ada interaksi eksklusif dengan siswa mengenai pokok bahasan yang diajarkan. Tahap ini terbagi lagi ke dalam tiga tahap, yaitu pendahuluan, pelajaran inti, epilog dan evaluasi.
3) Tahap penutupan, yaitu kegiatan yang terjadi di kelas setelah guru selesai melaksanakan kiprah mengajar.

Kegiatan yang bekerjasama dengan proses mencar ilmu mengajar.
Kegiatan ini meliputi:
(1). Penyusunan acara pelajaran
(2). Penyusunan acara (rencana) berdasar satuan waktu tertentu
(catur wulan, semesteran, tahunan)
(3). Pengisian daftar kemajuan murid.
(4). Penyelenggaraan penilaian hasil belajar
(5). Laporan hasil evaluasi
(6). Kegiatan bimbingan penyuluhan

c) Pengawasan atau penilaian kurikulum

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini yakni dilaksanakannya penilaian baik submatif atau formatif. Kedua jenis penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan guru dalam mengajar dilihat dari prestasi atau hasil yang telah dikuasai siswa, yang pada karenanya diarahkan untuk mengkaji seberapa jauh kurikulum telah dilaksanakan.

Evaluasi formatif yakni penilaian atau penilaian yang dilakukan oleh guru setelah salah satu pokok bahasan selesai dipelajari oleh siswa. Evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengatakan feed back kepada guru mengenai keberhasilan acara yang telah beliau susun dalam proses mencar ilmu mengajar.Jadi dalam pelaksanaan penilaian formatif, guru di SD,  mengatakan soal setelah pelaksanaan pembelajaran selesai atau materi yang telah disampaikan selesai.  Biasanya guru mengatakan penilaian pada final penggalan selesai.  Dalam hal ini, keberhasilan siswa yakni tolok ukur keberhasilan acara mencar ilmu mengajar yang dilaksanakan oleh guru.

Evaluasi sumatif atau lebih dikenal dengan tes sumatif yakni tes yang diselenggarakan oleh guru setelah hingga pada jangka waktu tertentu (semester).  Dalam pelaksanaannya, Tes sumatif ini biasanya disebut dengan ulangan umum atau ujuan bersama lantaran biasanya diselenggarakan secara serentak di seluruh sekolah.  Dan berdasarkan beberapa hal diatas, pantaslah rasanya kalau kurikulum KTSP dikatakan sebagai kurikulum yang lolos dalam seleksi kurikulum di tingkat nasional dan seharusnya memang telah dilaksanakan.  Makara dalam mengetahui keberhasilan siswa dalam mengikuti pelajaran.  

Faktor Pendukung Manajemen Berbasis Sekolah di salah satu Sekolah Dasar 
a. Kondisi sekolah yang aman untuk melaksanakan proses pembelajaran
b. Kepala sekolah mempunyai kewenangan untuk mengatur pelaksanaan manajemen  berbasis sekolah bersama guru:
Selaku kepala sekolah, mempunyai kiprah dalam mengendalikan MBS di sekolah, diantaranya:
Sebagai pemimpin dalam pengambilan keputusan, dan penentu kebijakan, contohnya dalam kegiatan rapat dan pertemuan tertentu.

Mengevaluasi kinerja guru dan staf lainnya
Sebagai pengendali struktur organisasi
Memberikan bimbingan dan isyarat kepada guru, biar bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Memberikan motivasi kepada guru, biar guru lebih bersemangat  dalam menjalankan tugasnya.

c) Hubungan antara sesama guru baik dan kompak serta relasi dengan orang bau tanah siswa juga baik, sehingga dalam penerapan administrasi berbasis sekolah sanggup dilakukan dengan kerja sama:
Komite Sekolah, bersama kepala sekolah, memilih kebijakan sekolah, visi, misi,
menganalisis kebijakan pendidikan

Kepala Sekolah, sebagai pemimpin dalam pengelolaan sekolah.
Guru, menguasai bidang tugasnya, dan terampil dalam pengelolaan proses mencar ilmu mengajar
Orang bau tanah dan masyarakat,menjaga dan membuat lingkungan sekolah yang kondusif.
 Bendahara (staf), mengelola pendapatan dan pengeluaran dalam peningkatan mutu pendidikan.

d) Keuangan sekolah lancar, sehingga dalam pengadaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan sanggup tertangani

e) Hubungan antar warga sekolah maupun dengan orang bau tanah murid, pengurus komite berjalan dengan baik

f) Pembinaan dan kerja sama dengan Puskesmas Depok 1, untuk menunjang kesehatan siswa.

5) Faktor Penghambat Manajemen Berbasis Sekolah di SD Negeri. 

a)   Kadang kesulitan dalam menggalang dana untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah.
b)  Dalam sekali tempo terdapat guru yang tidak disiplin, dengan alasan rapat, atau ada keperluan lain, sehingga proses mencar ilmu mengajar siswa tertunda atau bisa di ganti guru lain dengan  menggabung dengan kelas lain sehingga pembelajaran tidak sanggup berjalan secara optimal
c) Kegiatan ekstrakurikuler belum berjalan secara maksimal, dikarenakan pembina terkadang berhalangan hadir/kosong.

B.  Analisis Pelaksanaan MBS

Pelaksanaan administrasi MBS di SD secara keselurahan sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dari klarifikasi kepala sekolah, guru-guru serta tenaga lainnya bahwa dalam penyususunan acara sekolah semua terlibat didalamnya termasuk komite dan tokoh masyarakat(stekholder) yang ada di lingkungan sekolah tersebut. Dan dalam penyusunan acara sekolah dilakukan secara transfaran baik dalam memilih anggaran,pengeluran maupun dalam mencari dana untuk kepentingan pengembangan instusi sekolah yang dipelopori komite sekolah.

Agar pelaksanaan administrasi MBS di SD Negeri  berjalan lebih  baik lagi, tentunya tidak hanya puas dengan pelaksaan yang sudah berjalan selama ini tetapi harus lebih ditingkatkan sehingga apa yang menjadi tujuan dari sekolah dan MBS akan tercapai.

Menurut kelompok kami bahwa pelaksanaan MBS ini sudah sesuai dengan tuntutan jaman yang semakin maju sehingga nantinya dengan dilaksanakannya administrasi MBS ini dengan baik akan bisa merubah tantangan atau tuntutan pendidikan pada masa masa ke -21 dengan menghasilkan siswa-siswi yang berpotensi dan bisa menghadapi masalah  yang akan bersaing di pasar bebas nanti.

C. Ide-ide Inovatif  yang diperlukan

a. Perubahan dan Inovasi Pendidikan

Proses perubahan sosial terdiri dari tiga tahap: (1) inovasi, (2) Diffusi, dan (3) konsekwensi. Inovasi yakni dimana ide-ide gres diciptakan dan dikembangkan. Sedangkan difusi yakni proses dimana ide-ide gres itu dikomunikasikan dalam sistem sosial. Sedangkan konsekwensi yakni perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akhir dari mengadobsi atau penolakan inovasi. Perubahan terjadi jikalau penggunaan atau penolakan inspirasi gres itu mempunyai akibat.

Inovasi berdasarkan Ibrahim (1998 : 50)  penemuan pendidkan yakni penemuan dalam bidang pendidikan atau penemuan yang memecah masalah pendidikan. Makara penemuan pendidikan yakni suatu ide, barang, metoda, yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang gres bagi seorang atau sekelompok orang baik berupa hasil investasi maupun diskoveri yang dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan.

Menurut Azis ( Uhar, 2007) Inovasi berarti mengintrodusir suatu gagasan maupun teknologi baru, penemuan merupakan genus dari change yang berarti perubahan. Inovasi sanggup berupa  ide, proses dan produk dalam banyak sekali bidang. Contoh bidangnya yakni :
1. Managerial
2. Teknologi
3. Kurikulum

Perlunya Perubahan dan Inovasi Pendidikan

Rosyada (2007: 8) mengungkapkan beberapa faktor penting yang mendasari pentingnya reformasi atau perubahan  pendidikan yaitu : 
1.Kegagalan pendidikan yang telah dilalui beberapa tahun silam dengan indikator rendahnya kualitas rata-rata hasil mencar ilmu siswa yang memasuki jenjang perguruan tinggi
2.Perkembangan perekonomian dunia yang membukan saluran pasar global yang semuanya merupakan peluang sekaligus bahaya yang harus di hadapi dengan kualitas Sumber Daya Manusia ( SDM).

William J. Mathis dari Vermost University mengungkapkan mengapa perubahan atau reformasi penting dilakukan :

a. Perubahan contoh pikir masyarakat akhir demokratisasi  yang berkembang pada seluruh aspek kehidupan
b. Perubahan dunia yang sangat cepat dan siswa harus dipersiapkan untuk menghadapi perubahan tersebut
c. Kemajuan teknologi dari semua sektor industri dan layanan jasa akan kian mengeser posisi manusia.
d. Penurunan standar hidup, generasi sebelum mereka cadangan natural resource sangat kuat, sedang pada generasi berikutnya semakin menipis dan akan habis.
e. Perkembangan ekonomi semakin mengglobal
f. Peranan perempuan semakin kuat, posisi perempuan tidak, posisi perempuan tidak lagi marginal.
g. Pemahan iktikad agama kian terbuka dan inklusif.
h. Peranan media yang terus menguat, baik untuk mensosialisasikan  banyak sekali perubahan sosial, mengkritik banyak sekali kebijakan maupun sebagai media untuk memperoleh banyak sekali warta dan hiburan yang sanggup sebagai kontributor pendidikan yang positif dan hambatan yang negatif bagi pendidikan.

Berikut ini yakni beberapa proposisi mengenai perencanaan dan seni administrasi perubahan pendidikan.
Perencanaan dan inisiasi perubahan akan lebih efektif bilamana tujuan dan kebijaksanaan organisasi jelas, realistis dan dimengerti.

  • Usaha-usaha akan perubahan lebih akan semakin efektif  didukung oleh seni administrasi yang tepat, sistematis, dan komprehensif.
  • Usaha-usaha perubahan akan lebih efektif  bilamana orang-orang yang dipengaruhi terlibat dalam perencanaan.
  • Perubahan akan lebih efektif bila seni administrasi yang dipilih konsisten dengan pusat perjuangan perubahan. Perubahan akan lebih efektif bilamana prosesnya hemat. Perubahan akan lebih efektif jikalau dalam kelompok-kelompok tidak nampak suatu persaingan.

Menurut Uno (2007:9) beberapa perubahan dalam pendidikan untuk peningkatan sumber daya manusia, antara lain:
  • Pendidikan sebagai proses pembebasan
  • Pendidikan kita masih terkesan sebagai pendidikan yang membelenggu. Pembelengguan ini bersumber dari ketidakjelasan visi dan misi pendidikan.
  • Pendidikan sebagai proses pencerdasan
  • Pendidikan kita mempunyai gaya mencar ilmu yang tidak menjurus sesuai dengan latar belakang dan kepribadian anak.
  • Pendidikan menjunjung tinggi hak-hak anak
  • Pendidikan kita cenderung merampas hak-hak anak tanpa memperhatikan keinginan dan potensi anak.
  • Pendidikan membangun watak persatuan dan perdamaian.
  • Pendidikan tidak membelajarkan penerima didik memecahkan konflik secara tenang dan kreatif.
  • Pendidikan anak berwawasan integratif
  • Pendidikan kita masih terkesan terkotak-kotak. Hal ini dikarenakan kurikulum belum bisa menjadikan anak berwawasan integratif.
  • Pendidikan menghasilkan insan demokratis
  • Pendidikan kita terkesan otoriter, baik manajemen, interaksi, proses, kedudukan, maupun substansinya.
  • Pendidikan menghasilkan insan yang peduli terhadap lingkungan
  • Akibat pendidikan yang adikara dan membelenggu sehingga anak tidak peka terhadap permasalahan di lingkungan.
  • Sekolah bukan satu-satunya instrumen pendidikan
  • Sistem pendidikan nasional lebih mengarahkan pendidikan berpusat di sekolah baik secara formal maupun nonformal.

Perlunya Manajemen Dalam Perubahan dan Inovasi Pendidikan

Pengembangan, peningkatan dan perbaikan pendidikan harus dilakukan secara holistis dan simultan dilarang parsial walaupun mungkin dilakukan secara bertahap. Perbaikan sektor kurikulum, tenaga guru, dan fasilitas serta tenaga pembejaran tidak akan membawa perubahan signifikan jikalau tidak disertai dengan perbaikan contoh dan kultur manejemen yang mendukung perubahan-perubahan tersebut.

Sekolah merupakan sebuah organisasi yakni unit sosial yang sengaja dibuat orang yang satu sama lainnya berkoordinasi dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Demokrasi  manejemen sekolah tidak cukup hanya dengan pelibatan stake holder dalam perumusan banyak sekali kebijakan kurikulum, pelibatan siswa dalam kebijakan pengembangan proses pembelajaran tetapi juga harus didukung dengan iklim demokrasi dalam organisasi sekolah sendiri.

Pengembangan sekolah biar sanggup dapat mencapai performa terbaik yang bisa menghasilkan lulusan yang cerdas, kompetitif, setidaknya harus didukung  oleh 5 karesteristik, yakni :
  1. Kepemimpinan yang kuat.
  2. Memiliki ekspetasi yang tinggi pada siswa,
  3. Memberikan penguatan pada basic skills.
  4. Suasana yang terkontrol dan bisa diatur.
  5. Sering melaksanakan tes terhadap performa siswa.

Dalam konteks pendidikan, manejemen sekolah yakni proses koordinasi yang terus menerus dilakukan oleh seluruh anggota organisasi untuk memakai seluruh sumber daya dalam upaya memenuhi banyak sekali kiprah organisasi yang dilakukan secara efesien. 

Koordinasi yang dimaksudkan di atas yakni koordinasi antara guru dengan kepala sekolah, dan tata usaha, serta tata perjuangan dan kepala sekolah untuk mencapai tujuan dalam meningkat performa sekolah.
Perencanaan dan pengembangan sekolah dalam mencapai tujuan didasarkan pada beberapa variabel antara lain visi, misi, kurikulum dan pengembangan kurikulum, sumber daya manusia, kesejateraan siswa, sumber daya fisik, daftar siswa dan pemasaran, struktur dan pendekatan manajemen,sumber daya keuangan, monitoring dan prosedur evaluasi.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat  kami simpulkan bahwa Manajemen berbasis sekolah pada pada dasarnya yakni mengatakan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan  pengelolaan dan perbaikan kualitassecara terus menerus. 

Dapat juga dikatakan bahwa administrasi berbasis sekolah pada hakikatnya yakni penyerasian sumber daya yang dilakukan secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara eksklusif dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Tujuan MBS yakni untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah kawasan dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian kiprah pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk memilih nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS Peningkatan Efesiensi, Peningkatan Mutu, Peningkatan Pemerataan Pendidikan.

Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melaksanakan penemuan pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah eksklusif kepada siswa, orang bau tanah dan guru, sumber daya yang ada sanggup dimanfaatkan secara optimal, pembinaan penerima didik sanggup dilakukan secara efektif, sanggup mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan.

B. Saran
Saran dari kelompok kami untuk penerapan MBS di SD ini yaitu supaya lebih dioptimalkan lagi dalam meng-implementasikan Manajemen Berbasis Sekolah supaya menjadi lebih baik lagi kedepannya dan bisa menjadi lebih optimal.


Itulah pembahasan saya mengenai MBS  atau administrasi sekolah dasar, semoga bisa bermanfaat bagi rekan-rekan semuanya khususnya mahasiswa atau tenaga pendidik di Sekolah Dasar. Terima kasih.