Independensi Dan Netralitas Media Dikendalikan Pemilik
Kebebasan pers sejatinya dinikmati kaum pemodal atau pemilik media. Media selalu berpihak dan itulah yang dimaksud independensi --kebebasan memihak. Catatan ASM. Romli.
"Pemilik Media Mengancam Independensi Jurnalis". Demikian diberitakan surya.co.id (3/5/2015).
Disebutkan, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Persma (Pers Mahasiswa) dan para jurnalis yang bergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional 2015 (World Press Freedom Day) 2015, Minggu (3/5/2015).
Mereka menggelar diskusi bertema "Kebebasan Pers di Indonesia Setelah 15 Tahun berlakunya UU Pers". Perwakilan AJI Surabaya, Rudi Hartono, yang menjadi salah satu panelis dalam diskusi mengungkapkan, hingga dikala ini kebebesan pers di Indonesia belum sanggup dibilang berjalan secara maksimal.
Selain berhadapan dengan oknum-oknum di luar perusahaan media yang berusaha membungkam jurnalis lewat banyak sekali cara, independensi jurnalis juga dihadapkan pada kepentingan pemodal atau pemilik media.
"Seringkali pemilik media memaksa jurnalis untuk menulis di luar independensinya. Untungnya, kini sudah ada sosial media yang juga membantu sebagai alat kontrol," katanya.
Perwakilan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Alfa menyebutkan, pers mahasiswa juga kerap menerima tekanan dan intervensi.
"Kalau tidak dari dekanat, birokrat kampus, juga ada intervensi dan tekanan dari masyarakat. Apalagi kami memang didanai dari dekanat," katanya.
Independen, Bukan Netral
Kebebasan pers, independensi, dan netralitas merupakan isu yang terus bergulir tiap kali dunia memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia 3 Mei ataupun Hari Pers Nasional 9 Mei.
Kalangan wartawan dan publik kerap menggugat atau menyoal kebebasan, independensi, dan netralitas pers yang pada faktanya tidak sanggup ditegakkan sebagaimana konsepnya.
Kebebasan Pers pada praktiknya memang lebih sekadar jargon atau semboyan semata. Banyak pihak, terutama penguasa, terus berusaha mengendalikan pemberitaan pers sesuai dengan kepentingan kekuasaan dan bisnis.
Sebagai contoh, terjunnya pemilik Medi Group, Surya Paloh, ke dunia politik praktis, otomatis mengakibatkan media-media di grupnya tidak netral dalam pemberitaan demi kepentingan politik Partai Nasdem yang dipimpin Surya Paloh dan mendukung "koalisinya".
Demikian pula TV One dan Viva News yang dimiliki Aburizal Bakrie otomatis menciptakan kedua media tersebut harus "mengabdi" kepada kepentingan politik dan ekonomi Ical --sapaan bersahabat Aburizal. Begitu pula yang terjadi dengan Jawa Pos Grup (JPNN) yang harus mengabdi kepada kepentingan politik dan bisnis Dahlan Iskan, sang pemilik.
Terpasungnya kebebasan pers memang bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat sekalipun, yang dikenal sebagai negara liberal dan "sangan demokratis", pers atau media dikendalikan oleh pemilik (owner).
William L. Rivers dkk. dalam Media Massa & Masyarakat Modern (Prenada Media, 2003:10)menegaskan ketiadaan "netralitas media" alias tidak ada media (jurnalistik) yang netral. Ditegaskan, pers atau media "selalu" berpihak, terutama kepada kepentingan pemiliknya.
Dikemukakan Rivers dkk., kebebasan pers yang berlaku di dunia sesungguhnya ialah “kebebasan pemilik pers” (freedom for media owner).
Dengan kondisi demikian, idealisme wartawan --kebebasan pers & independensi-- akan "terpasung" begitu menjadi karyawan sebuah media. Pasalnya, idealisme wartawan media mana pun, wajib menyelaraskan pemberitaannya dengan visi, misi, dan kebijakan redaksi (editorial policy) yang niscaya berpihak pada pemililk atau pemodal.
Sastrawan dan jurnalis senior, Goenawan Mohamad, juga pernah menegaskan: media dalam pemberitaannya tidak harus netral. "Hal terpenting, pemberitaan media tidak untuk memfitnah," katanya. (Tidak ada media yang netral. Media selalu berpihak dan itulah yang dimaksud independensi --kebebasan memihak.
Pihak mana yang dipihak, tergantung "ideologi" pemilik media dan "kadar keimanan" wartawan & editornya. Wasalam. (www.baticmedia.com).*
Sumber https://www.baticmedia.com/
"Pemilik Media Mengancam Independensi Jurnalis". Demikian diberitakan surya.co.id (3/5/2015).
Disebutkan, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Persma (Pers Mahasiswa) dan para jurnalis yang bergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya memperingati Hari Kebebasan Pers Internasional 2015 (World Press Freedom Day) 2015, Minggu (3/5/2015).
Mereka menggelar diskusi bertema "Kebebasan Pers di Indonesia Setelah 15 Tahun berlakunya UU Pers". Perwakilan AJI Surabaya, Rudi Hartono, yang menjadi salah satu panelis dalam diskusi mengungkapkan, hingga dikala ini kebebesan pers di Indonesia belum sanggup dibilang berjalan secara maksimal.
Selain berhadapan dengan oknum-oknum di luar perusahaan media yang berusaha membungkam jurnalis lewat banyak sekali cara, independensi jurnalis juga dihadapkan pada kepentingan pemodal atau pemilik media.
"Seringkali pemilik media memaksa jurnalis untuk menulis di luar independensinya. Untungnya, kini sudah ada sosial media yang juga membantu sebagai alat kontrol," katanya.
Perwakilan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Alfa menyebutkan, pers mahasiswa juga kerap menerima tekanan dan intervensi.
"Kalau tidak dari dekanat, birokrat kampus, juga ada intervensi dan tekanan dari masyarakat. Apalagi kami memang didanai dari dekanat," katanya.
Independen, Bukan Netral
Kebebasan pers, independensi, dan netralitas merupakan isu yang terus bergulir tiap kali dunia memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia 3 Mei ataupun Hari Pers Nasional 9 Mei.
Kalangan wartawan dan publik kerap menggugat atau menyoal kebebasan, independensi, dan netralitas pers yang pada faktanya tidak sanggup ditegakkan sebagaimana konsepnya.
Kebebasan Pers pada praktiknya memang lebih sekadar jargon atau semboyan semata. Banyak pihak, terutama penguasa, terus berusaha mengendalikan pemberitaan pers sesuai dengan kepentingan kekuasaan dan bisnis.
Sebagai contoh, terjunnya pemilik Medi Group, Surya Paloh, ke dunia politik praktis, otomatis mengakibatkan media-media di grupnya tidak netral dalam pemberitaan demi kepentingan politik Partai Nasdem yang dipimpin Surya Paloh dan mendukung "koalisinya".
Demikian pula TV One dan Viva News yang dimiliki Aburizal Bakrie otomatis menciptakan kedua media tersebut harus "mengabdi" kepada kepentingan politik dan ekonomi Ical --sapaan bersahabat Aburizal. Begitu pula yang terjadi dengan Jawa Pos Grup (JPNN) yang harus mengabdi kepada kepentingan politik dan bisnis Dahlan Iskan, sang pemilik.
Terpasungnya kebebasan pers memang bukan hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat sekalipun, yang dikenal sebagai negara liberal dan "sangan demokratis", pers atau media dikendalikan oleh pemilik (owner).
William L. Rivers dkk. dalam Media Massa & Masyarakat Modern (Prenada Media, 2003:10)menegaskan ketiadaan "netralitas media" alias tidak ada media (jurnalistik) yang netral. Ditegaskan, pers atau media "selalu" berpihak, terutama kepada kepentingan pemiliknya.
Dikemukakan Rivers dkk., kebebasan pers yang berlaku di dunia sesungguhnya ialah “kebebasan pemilik pers” (freedom for media owner).
“Pemilik masih sanggup menempatkan gosip yang penting untuknya –meskipun tidak terlalu penting untuk umum—di halaman pertama atau pada jam tayang utama (prime time). Sebaliknya, gosip tertentu sanggup saja ditahan atau batal dimuat. Ini membuktikan, pemilik masih berkuasa,” (William L. Rivers dkk., 2003).
Dengan kondisi demikian, idealisme wartawan --kebebasan pers & independensi-- akan "terpasung" begitu menjadi karyawan sebuah media. Pasalnya, idealisme wartawan media mana pun, wajib menyelaraskan pemberitaannya dengan visi, misi, dan kebijakan redaksi (editorial policy) yang niscaya berpihak pada pemililk atau pemodal.
Sastrawan dan jurnalis senior, Goenawan Mohamad, juga pernah menegaskan: media dalam pemberitaannya tidak harus netral. "Hal terpenting, pemberitaan media tidak untuk memfitnah," katanya. (Tidak ada media yang netral. Media selalu berpihak dan itulah yang dimaksud independensi --kebebasan memihak.
Pihak mana yang dipihak, tergantung "ideologi" pemilik media dan "kadar keimanan" wartawan & editornya. Wasalam. (www.baticmedia.com).*
Sumber https://www.baticmedia.com/