Bappeda Aceh Laksanakan Rakor Perencanaan Pembangunan Daerah Batas Negara
Bappeda Aceh Laksanakan Rapat Koordinasi Perencanaan Percepatan Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara
Banda Aceh, 28 November 2017.
Bappeda Aceh melaksanakan Rakor perencanaan percepatan pembagunan tempat kepulauan batas negara di Hotel Grand Nanggroe, turut hadir dalam Rakor tersebut ialah perwakilan dari 4 kabupaten/kota yang mempunyai pulau terluar yang berbatasan dengan negera luar, yaitu Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Simelue serta para narsumber.
Hadir sebagai narasumber, tenaga hebat Prof. Dr. Muchlisin Z.A., S.Pi, M.Sc guru besar pada Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala, yang memberikan bahan perihal potensi maritim tempat perbatasan negara. Dalam penyampaiannya Muchlisin menjelaskan ada 6 pulau kecil terluar yang berbatasan pribadi dengan negara tetangga, yaitu Pulau Rondo (Kota Sabang), Pulau Benggala dan Pulau Rusa (Kabupaten Aceh Besar), Pulau Raya (Kabupaten Aceh Jaya), Pulau Simeuluecut dan Salawut Besar (Kabupaten Simuelue). Muchlisin menjelaskan bahwa sangat minim data perihal potensi pulau-pulau di perbatasan tersebut baik potensi hayati, non hayati, maupun potensi ekonomi lainnya. Untuk itu Muchlisin menyarankan kajian yang komprehensif pada 6 pulau-pulau tersebut sehingga sanggup diketahui potensi, permasaalahan untuk selanjutnya disusun taktik pengelolaannya. Lebih lanjut Muchlisin juga menjelaskan bahwa pendekatan pembagunan di pulau terluar yang berpenghuni dan tidak berpenghuni yang agak berbeda, oleh alasannya itu diharapkan data yang valid untuk menyusun perencanaan dengan baik.
Narasumber kedua ialah Widaryono Budi Rianto, MT yang memberikan perihal pemanfaatan data geospasial untuk perencanaan pengembangan pulau-pulau terluar. Budi dalam pemaparannya memberikan perihal pemanfaatan teknologi DRONE yang sanggup dipakai untuk tujuan pemetaan dan patroli udara secara murah, cepat dan aman.
Narasumber ketiga Faisal Azwar, ST, M.T yang mewakili pemkot Sabang yang memberikan perihal pengalaman Kota Sabang dalam mengelola Pulau terluar (Pulau Rondo). Di Pulau Rondo terdapat pos Tentara Nasional Indonesia penjaga perbatasan dari pasukan bagungan TNI, namun problem utama di Pulau Rondo ialah tidak tersedianya sumber air bersih, oleh alasannya itu diharapkan adanya kemudahan pengolahan air bersih, selain untuk kebutuhan personil Tentara Nasional Indonesia juga sanggup dipakai oleh awak kapal nelayan yang melintas atau turis yang berkunjung ke sana.
Pada final sesi Bapak Heri dari Beppeda Aceh menciptakan rumusan dan janji final dengan semua perwakilan daerah, diantaranya Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota akan membentuk tim khusus (task force) untuk menyusun perencanaan pengelolaan pulau terluar di wilayah masing-masing; Kabupaten kota akan melaksanakan inventarisasi potensi di tempat perbatasan dan menyusun planning strategis serta planning pembiayaannya.
@icin
Banda Aceh, 28 November 2017.
Bappeda Aceh melaksanakan Rakor perencanaan percepatan pembagunan tempat kepulauan batas negara di Hotel Grand Nanggroe, turut hadir dalam Rakor tersebut ialah perwakilan dari 4 kabupaten/kota yang mempunyai pulau terluar yang berbatasan dengan negera luar, yaitu Kota Sabang, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Jaya dan Kabupaten Simelue serta para narsumber.
Hadir sebagai narasumber, tenaga hebat Prof. Dr. Muchlisin Z.A., S.Pi, M.Sc guru besar pada Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala, yang memberikan bahan perihal potensi maritim tempat perbatasan negara. Dalam penyampaiannya Muchlisin menjelaskan ada 6 pulau kecil terluar yang berbatasan pribadi dengan negara tetangga, yaitu Pulau Rondo (Kota Sabang), Pulau Benggala dan Pulau Rusa (Kabupaten Aceh Besar), Pulau Raya (Kabupaten Aceh Jaya), Pulau Simeuluecut dan Salawut Besar (Kabupaten Simuelue). Muchlisin menjelaskan bahwa sangat minim data perihal potensi pulau-pulau di perbatasan tersebut baik potensi hayati, non hayati, maupun potensi ekonomi lainnya. Untuk itu Muchlisin menyarankan kajian yang komprehensif pada 6 pulau-pulau tersebut sehingga sanggup diketahui potensi, permasaalahan untuk selanjutnya disusun taktik pengelolaannya. Lebih lanjut Muchlisin juga menjelaskan bahwa pendekatan pembagunan di pulau terluar yang berpenghuni dan tidak berpenghuni yang agak berbeda, oleh alasannya itu diharapkan data yang valid untuk menyusun perencanaan dengan baik.
Narasumber kedua ialah Widaryono Budi Rianto, MT yang memberikan perihal pemanfaatan data geospasial untuk perencanaan pengembangan pulau-pulau terluar. Budi dalam pemaparannya memberikan perihal pemanfaatan teknologi DRONE yang sanggup dipakai untuk tujuan pemetaan dan patroli udara secara murah, cepat dan aman.
Narasumber ketiga Faisal Azwar, ST, M.T yang mewakili pemkot Sabang yang memberikan perihal pengalaman Kota Sabang dalam mengelola Pulau terluar (Pulau Rondo). Di Pulau Rondo terdapat pos Tentara Nasional Indonesia penjaga perbatasan dari pasukan bagungan TNI, namun problem utama di Pulau Rondo ialah tidak tersedianya sumber air bersih, oleh alasannya itu diharapkan adanya kemudahan pengolahan air bersih, selain untuk kebutuhan personil Tentara Nasional Indonesia juga sanggup dipakai oleh awak kapal nelayan yang melintas atau turis yang berkunjung ke sana.
Pada final sesi Bapak Heri dari Beppeda Aceh menciptakan rumusan dan janji final dengan semua perwakilan daerah, diantaranya Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota akan membentuk tim khusus (task force) untuk menyusun perencanaan pengelolaan pulau terluar di wilayah masing-masing; Kabupaten kota akan melaksanakan inventarisasi potensi di tempat perbatasan dan menyusun planning strategis serta planning pembiayaannya.
@icin