Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenal Insan Purba

Mengamati Lingkungan

Pernahkah kau mendengar perihal Situs Manusia Purba Sangiran? Kini Situs Manusia Purba Sangiran telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia, tentu ini sangat membanggakan bangsa Indonesia. Pengakuan tersebut didasari aneka macam pertimbangan yang kompleks. Satu di antaranya alasannya yakni di wilayah tersebut tersimpan ribuan peninggalan insan purba yang memperlihatkan proses kehidupan insan dari masa lalu. Sangiran telah menjadi sentral bagi kehidupan insan purba. Berbagai penelitian dari para mahir juga dilakukan di sekitar Sangiran. Beberapa temuan fosil di Sangiran telah mendorong para mahir untuk terus melaksanakan penelitian termasuk di luar Sangiran. 

Dari Sangiran kita mengenal beberapa jenis insan purba di Indonesia. Setelah ditetapkan sebagai warisan dunia, Situs Manusia Purba Sangiran dikembangkan sebagai pusat penelitian dalam negeri dan luar negeri, serta sebagai tempat wisata. Selain itu Sangiran juga memberi manfaat kepada masyarakat di sekitarnya, alasannya yakni pariwisata di kawasan tersebut. 

Untuk memahami jenis dan ciri-ciri insan purba di Indonesia mari kita telaah bacaan berikut ini.

Memahami Teks

Peninggalan insan purba untuk sementara ini yang paling banyak ditemukan berada di Pulau Jawa. Meskipun di kawasan lain juga ada, para peneliti belum berhasil menemukan tinggalan tersebut atau masih sedikit yang berhasil ditemukan, contohnya di Flores. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa inovasi penting fosil insan di beberapa tempat.

1.  Sangiran 

Perjalanan cerita perkembangan insan di Kepulauan Indonesia tidak sanggup kita lepaskan dari keberadaan bentangan luas perbukitan tandus yang berada di perbatasan Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar. Lahan itu dikenal dengan nama Situs Sangiran. Di dalam buku Harry Widianto dan Truman Simanjuntak, Sangiran Menjawab Dunia diterangkan bahwa Sangiran merupakan sebuah kompleks situs insan purba dari Kala Pleistosen yang paling lengkap dan  paling  penting di Indonesia, dan bahkan di Asia. Lokasi tersebut merupakan pusat perkembangan insan dunia, yang memperlihatkan petunjuk perihal keberadaan insan semenjak 150.000 tahun yang lalu. Situs Sangiran itu memiliki luas delapan kilometer pada arah utara-selatan dan tujuh kilometer arah timur-barat. Situs Sangiran merupakan suatu kubah raksasa yang berupa cekungan besar di pusat kubah akhir adanya abrasi di bab puncaknya. Kubah raksasa itu diwarnai dengan perbukitan yang bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu mengakibatkan tersingkapnya aneka macam lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil insan purba dan binatang, termasuk artefak. Berdasarkan materi tanahnya, Situs Sangiran berupa endapan lempung hitam dan pasir fluvio-vulkanik, tanahnya tidak subur dan terkesan gersang pada animo kemarau.

Sangiran pertama kali ditemukan dan diteliti oleh P.E.C. Schemulling tahun 1864, dengan laporan inovasi fosil vertebrata dari Kalioso, bab dari wilayah Sangiran. Semenjak dilaporkan Schemulling situs itu seakan-akan terlupakan dalam waktu yang lama. Eugene Dubois juga pernah tiba ke Sangiran, akan tetapi ia kurang tertarik dengan temuan-temuan di wilayah Sangiran. Pada 1934, Gustav Heindrich Ralph von  Koenigswald menemukan artefak litik di wilayah Ngebung yang terletak sekitar dua kilometer di barat bahari kubah Sangiran. Artefak litik itulah yang kemudian menjadi temuan penting bagi Situs Sangiran. Semenjak inovasi von Koenigswald, Situs Sangiran menjadi sangat populer berkaitan dengan penemuanpenemuan fosil Homo erectus secara sporadis dan berkesinambungan. Homo erectus yakni takson paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan insan Homo sapiens, insan modern. 

Situs Sangiran tidak hanya memperlihatkan citra perihal evolusi fisik insan saja, akan tetapi juga memperlihatkan citra positif perihal evolusi budaya, binatang, dan juga lingkungan. Beberapa fosil yang ditemukan dalam seri geologisstratigrafis yang diendapkan tanpa terputus selama lebih  dari  dua  juta  tahun, memperlihatkan perihal hal itu. Situs Sangiran telah diakui sebagai salah satu pusat evolusi insan di dunia. Situs itu ditetapkan secara resmi sebagai Warisan Dunia pada 1996, yang tercantum dalam nomor 593 Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) UNESCO.

Perhatikan baik-baik gambar fosil insan purba di samping. Fosil itu juga disebut sebagai Sangiran 17 sesuai dengan nomor seri penemuannya. Fosil itu merupakan fosil Homo erectus yang terbaik di Sangiran. Ia ditemukan di endapan pasir fluvio-volkanik di Pucang, bab wilayah Sangiran. Fosil itu merupakan dua di antara Homo erectus di dunia yang masih lengkap dengan mukanya. Satu ditemukan di Sangiran dan satu lagi di Afrika.





2.     Trinil, Ngawi, Jawa Timur 

Sebelum penemuannya di Trinil, Eugene Dubois mengawali temuan Pithecantropus erectus di Desa Kedungbrubus, sebuah desa terpencil di kawasan Pilangkenceng, Madiun, Jawa Timur. Desa itu berada sempurna di tengah hutan jati di lereng selatan Pegunungan Kendeng. Pada ketika Dubois meneliti dua horizon/lapisan berfosil di Kedungbrubus ditemukan sebuah fragmen rahang yang pendek dan sangat kekar, dengan sebagian prageraham yang masih tersisa. Prageraham itu memperlihatkan ciri gigi insan bukan gigi kera, sehingga diyakini bahwa fragmen rahang bawah tersebut milik rahang hominid. Pithecantropus itu kemudian dikenal dengan Pithecantropus A. 

Trinil yakni sebuah desa di pinggiran Bengawan Solo, masuk wilayah administrasi  Kabupaten  Ngawi,  Jawa  Timur. Tinggalan purbakala telah lebih dulu ditemukan di kawasan ini  jauh  sebelum von Koenigswald menemukan Sangiran pada 1934. Ekskavasi yang dilakukan  oleh  Eugene Dubois di Trinil telah membawa penemuan  sisa-sisa  insan purba yang sangat berharga bagi dunia pengetahuan. Penggalian Dubois dilakukan pada endapan alluvial Bengawan Solo. Dari lapisan ini ditemukan atap tengkorak Pithecanthropus erectus, dan beberapa buah tulang paha (utuh dan fragmen) yang memperlihatkan pemiliknya telah berjalan tegak. 

Tengkorak Pithecanthropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang ke belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, di  antara otak simpanse (600 cc) dan otak insan modern (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bab belakang mata, terdapat penyempitan yang sangat jelas, mengambarkan otak yang belum berkembang. Pada bagian  belakang kepala terlihat bentuk yang meruncing yang diduga pemiliknya merupakan perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan antartulang kepala, ditafsirkan inividu ini telah mencapai usia dewasa. 

Selain tempat-tempat di atas, peninggalan insan purba tipe ini juga ditemukan di Perning, Mojokerto, Jawa Timur; Ngandong, Blora, Jawa Tengah; dan Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah. Temuan berupa tengkorak belum dewasa berusia sekitar 5 tahun oleh penduduk yang sedang membantu penelitian Koenigswald dan Duyfjes perlu untuk dipertimbangkan. Temuan itu menjadi materi diskusi yang menarik bagi para ilmuwan. Metode pengujian penanggalan potasium-argon yang dipakai oleh Teuku Jakob dan Curtis terhadap watu apung yang terdapat di sekitar fosil tengkorak itu memperlihatkan angka 1,9 atau kurang lebih 0,4 juta tahun. Pengujian juga dilakukan dengan mengambil sampel endapan watu apung dari dalam tengkorak dan memperlihatkan angka 1,81 juta tahun. Hasil uji penanggalan-penanggalan tersebut menjadi perdebatan para mahir dan perlu untuk dikaji lebih lanjut.  Bila penanggalan itu benar, maka tengkorak anak Homo erectus dari Perning, Mojokerto ini merupakan individu Homo erectus tertua di Indonesia. Adakah di antara kau yang tertarik untuk melaksanakan pengujian ini? 

Temuan Homo erectus juga ditemukan di Ngandong, yaitu sebuah desa di tepian Bengawan Solo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Tengkorak Homo erectus Ngandong berukuran besar dengan volume otak rata-rata 1.100 cc. Ciri-ciri ini memperlihatkan Homo erectus ini lebih maju jika dibandingkan dengan Homo erectus yang ada di Sangiran. Manusia Ngandong diperkirakan berumur antara 300.000-100.000 tahun.