Peran Orang Tua, Dan Teman-Teman Sebaya Dalam Pencegahan Penyalahgunaan Obat-Obatan Di Kalangan Remaja
Hal yang memprihatikan yaitu lantaran remaja khususnya memakai obat-obatan sebagai suatu cara untuk mengatasi stres, sehingga tampak bahwa hal ini dipengaruhi oleh kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi problem secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Para peneliti juga menemukan bahwa penggunaan alkohol pada masa bawah umur atau masa remaja awal mempunyai dampak jangka panjang yang lebih merusak proses perkembangan sikap bertanggung jawab dan kompeten daripada jikalau penggunaan obat-obatan terjadi pada masa remaja final ( Newcomb & Bentler, 1989).
Orang tua, sobat sebaya, dan sumbangan sosial memainkan tugas penting dalam mencegah penyalahgunaan obat-obatan di kalangan remaja (Cohen, Brook, & Kandel, 1991; Conger, Conger, & Simons, 1992; Dishion, 1992; Pentz, 1994; Tildesley & Duncan, 1994). Relasi yang positif dengan orang bau tanah dan orang lain penting dalam mengurangi penggunaan obat-obatan oleh remaja (Hughes, Power, & Francis, 1992; McMaster & Wintre, 1994). Dalam sebuah studi, sumbangan sosial (yang terdiri dari korelasi yang baik dengan orang tua, saudara-saudara kandung, orang-orang dewasa, dan teman-teman sebaya) selama masa remaja secara faktual mengurangi penyalahgunaan obat-obatan (Newcomb & Bentler, 1998).
Depresi dan Bunuh Diri
Remaja dan orang sampaumur lebih berpotensi untuk terkena depresi mayor dibanding anak anak. Remaja putri yang beranjak sampaumur cenderung mempunyai mood depresif lebih tinggi dari pada remaja laki laki. Akibatnya, remaja wanita mengalami akumulasi perubahan dan pengalaman hidup pada tahun tahun sekolah menengah atas yang sanggup meningkatkan depresi. Diantara yang sanggup meningkatkan mood depresif remaja yaitu :
• Faktor keluarga yang tidak harmonis
• Pertemanan sebaya
• Lingkungan yang tidak kondusif
Sementara salah satu dampak dari depresi tersebut yaitu bunuh diri, beberapa tahun terakhir fenomena bunuh diri merupakan salah satu penyebeb janjkematian paling tinggi di Amerika dan dibeberapa negara di Asia,diantara faktor yang mendorong mereka untuk bunuh diri selain jawaban depresi itu sendiri diantaranya yaitu rasa putus asa, rendah diri, rasa menyalahkan diri sendiri, rasa menjadi beban terhadap orang lain juga rasa kecewa terhadap kehidupan.
Gangguan-gangguan Makan
Anoreksi nervosa, suatu gangguan makan (eating disorder) yang melibatkan upaya yang keras untuk kurus dengan cara melaparkan diri. Pada alhasil anoreksia nervosa sanggup mengarah kepada kematian.
Sejumlah penyebab anoreksia nervosa telah dikemukakan. Sebab-sebab itu mencakup faktor-faktor sosial, psikologi, dan fisiologis (Brooks-Gunn, 1993; Hepworth, 1994; Striegel-Moore, dkk, 1993). Faktor sosial yang paling sering mendorong seseorang melaparkan diri ialah tren badan kurus yang digemari akhir-akhir ini. Faktor psikologis mencakup motivasi untuk menarik perhatian, dan cita-cita akan individualitas. Sebab-sebab fisiologis berfokus pada hipotalamus (hypotalamus), yang menjadi asing dalam banyak hal ketika seseorang menjadi anorksia. Akan tetapi pada ketika ini, sebenarnya kita belum mengetahui secara pasti, apa yang menyebabkan anoreksia nervosa.
Bulimia ialah suatu gangguan makan yang melibatkan makan dan minum berlebihan yang dilanjutkan dengan meminumkan obat pencahar/pencuci perut secara teratur. Seperti anoreksia nervosa, bulimia terutama terjadi pada perempuan.
Kebudayaan dan Perkembangan Remaja
Perbandingan Lintas Budaya dan Ritual Peralihan
Perkembangan remaja sanggup berbeda dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain dan di dalam kebudayaan yang sama selama periode waktu yang berbeda (Whiting, 1989).
Banyak anggapan bahwa remaja dimanapun mengalami “badai dan stres” (storm and stress) yang dicirikan oleh rasa ragu-ragu dan konflik. Akan tetapi, ketika Margaret Mead mengunjungi pulau Samoa, ia menemukan bahwa remaja di Samoa tidak mengalami banyak stres. Ini pertanda bahwa kebudayaan yang berbeda sanggup menawarkan dampak yang berbeda pula dalam perkembangan remaja.
Etnis dan Kelas Sosial
Kaum muda etnis minoritas kelas menengah masih menghadapi banyak prasangka, diskriminasi, dan bias yang berkaitan dengan menjadi seorang anggota suatu kelompok minoritas. Sering dicirikan sebagai “minoritas model” (model minority) lantaran orientasi prestasi dan kohesivitas keluarga mereka yang kuat, contohnya orang Jepang-Amerika masih mengalami tekanan yang berkaitan dengan status etnis minoritas (Sue, 1990).
Perbedaan dan Keanekaragaman
Ada perbedaan yang diterapkan antar aneka macam kelompok etnis minoritas, dan antara kelompok etnis minoritas dengan kelompok dominan kulit putih ( Allen & Santrock, 1993). Menyadari dan menghormati perbedaan-perbedaan ini yaitu suatu aspek yang penting untuk sanggup bergaul dengan baik dengan orang lain di dalam suatu dunia yang beranekaragam, multikultural. Pengalaman sejarah, ekonomi, dan sosial menghasilkan perbedaan-perbedaan dalam kelompok-kelompok etnis (Triandis, 1990, 1994).
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, J.W. 2012. Life-Span Deelopment: Perkembangan Masa Hidup (Edisi Ketigabelas Jilid 1). Jakarta: Erlangga.
Feist, J. & Feist, G. 2008. Theories of Personality (Edisi keenam). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Monks, F.J. 2001. Psikologi Perkembangan Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.